I ( Everything In My Life )

Liepiscesha
Chapter #43

Sesuatu yang berharga tak ternilai dari harganya

"Dunia mungkin tidak sebaik yang kita harapkan, tapi mungkin juga tidak seburuk yang kita bayangkan. Semua hal buruk akan berlalu, lalu akan tergantikan oleh hal baik"

***

Malam ini, Aku pergi berkencan dengan Nala. Setelah sekian lama, akhirnya kami bisa menghabiskan waktu bersama lagi. Pergi ke pinggir pantai, kami menikmati pemandangan malam yang indah, di selatan kota ini, malam haripun begitu ramai. Semuanya menikmati malam minggu mereka yang menyenangkan.

Nala mengabariku keadaan nenek Maryam yang semakin membaik. Selama jauh dariku, banyak hal baik yang terjadi pada Nala. Meski harus merasakan badai terlebih dahulu, namun katanya kini ia bisa menikmati hari yang cerah dan hangat.

"Kalau bukan karena kejadian itu, mungkin gue masih harus nyembunyiin hal ini dari nenek Maryam sama kak Kirana. Awalanya mereka kaget, kecewa juga. Tapi setelah itu, anehnya bahkan kak Kirana yang tadinya kasar, jadi lebih baik. Nenek Maryam... gue sempet takut waktu dia sakit karena kejadian ini. Tapi setelah itu, gue jadi lebih deket sama nenek Maryam. Gak tau kenapa, rasanya jadi lebih ringan, mungkin karena gua gak lagi harus merasa was-was dan khawatir karena harus nyembunyiin kehidupan sekolah gua dari mereka" ungkapnya.

"Syukur, deh" gumamku, merasakan lega dan senang karena ternyata masih ada hal baik yang terjadi karena kejadian ini.

"Rasanya beban gue hilang gitu aja. Gue juga jadi merasa lebih kuat, gue gak harus nahan diri lagi, gue bebas dari rasa takut dan bersalah!" ungkapnya dengan riang.

Melihat sosok Nala yang seperti ini juga pertama kalinya untukku. Seakan ada sisi baru dalam dirinya yang jauh lebih kuat dan berani. Dia nampak lebih bebas dan ceria dari sebelumnya, aku sungguh bersyukur.

"Maaf... gue sengaja jauhin lo. Karena perasaan bersalah gue, gue pikir lo bakal benci sama gue karena gue udah bikin kehidupan sekolah lo jadi lebih buruk. Mulai sekarang gue gak akan diem aja kalo ada orang yang ngejatohin gue... gue juga bakal selalu berdiri di depan lo, gue bakal jadi pelindung lo" ucapnya.

Aku tak bisa menahan senyum bahagiaku, meski mataku berkaca, aku tak merasakan kepedihan apapun, aku merasa bangga dan terharu. Aku bahagia.

Beberapa hari setelah itu, Shasa menghampiriku dengan hadiah yang ia berikan dengan tulus untukku. Sekotak coklat, semuanya untukku. Shasa menundukkan kepalanya dan hampir berlutut di hadapanku, memohon maaf karena perlakuan orang tuanya kepadaku.

Aku segera mencegah tindakkannya, aku memegang kedua pundaknya dengan lembut, tak membiarkannya berlutut.

"Maaf... gue beneran minta maaf! Gue bersedia ngelakuin apa aja asal lo maafin gue" resahnya.

"Iya, aku ngerti. Kamu bangun dulu, jangan kayak gini" desakku.

"Gak... gue pantes berlutut sama lo! gue pantes nerima perlakuan buruk dari lo! Lo boleh pukul ataupun maki gue, gue pantes nerima itu semua!" racaunya.

Aku menghela napas gusar.

"Udah, Sha. Aku gak kayak gitu" ucapku dengan tegas.

"Hm... iya lo emang gak seburuk itu. Lo selalu baik sama semuanya, maaf" sesalnya.

"Engga, aku gak sebaik itu" gumamku.

"Maaf banget, Kay. Gue juga marah karena mama gue ngomong gitu... Argh, harusnya gue bisa lebih baik waktu itu. Maaf, lo harus ngalamin hal itu, tante lo... dia gak kenapa-kenapa kan? Apa gue harus minta maaf sama dia? gue juga harus minta maaf sama Nala"

Lihat selengkapnya