I HOLD YOU

hulyah diana
Chapter #2

BAB 1

HARAP YANG RAIB

         Demi mencapai titik dimana ia akan mendapatkan kesenangan, manusia rela menghadapi hal apapun yang menghalanginya. Semua itu demi apa? Demi harap yang dijunjung tinggi, demi ketergesa-gesaan untuk memiliki. Sedangkan seharusnya manusia bisa meniti secara perlahan agar lebih mudah baginya untuk membaca keadaan. Agar setiap harap yang telah membumbung tinggi itu tak sia-sia dimakan ego yang buru-buru memburu.

Yang terpatri oleh waktu adalah temu

Yang menyimpan segala degub tak beraturan

Yang tiba-tiba datang

Namun seringkali membuat jarak bentang

       Kampus ternama di Yogyakarta itu lengang, jarang sekali ada mahasiswa yang datang pagi-pagi untuk sekedar membaca buku di perpustakaan atau duduk-duduk di taman kampus, kebanyakan dari mereka memilih melanjutkan tidur setelah dengan terkantuk-kantuk harus menyelesaikan kewajibannya. Hanya sosok laki-laki yang terlihat innocent itu yang sudah duduk dengan tenang menikmati pecel dan teh hangat dipagi hari, matanya sibuk melihat-lihat desain furniture yang ia gambar tadi malam. Sesekali ia menyendokkan nasi yang sudah bercampur dengan bumbu pecel kemulutnya.

"Mbok diselesaikan dulu Le" makannya. Penjual nasi pecel itu tersenyum ramah mengingatkan, mahasiswa ini adalah langganannya tiap pagi.

"Hehehe, sambil nungguin kampus rame Mak," sengaja dilamain. Laki-laki itu tersenyum manis, lesung pipinya menyembul keluar.

"Mak, mau pecel 2porsi sama es teh 2yak" seorang perempuan duduk disebelah laki-laki itu, wajahnya masih kusut seperti tak ada selera untuk kuliah, namun apa boleh buat, dosen pembimbing untuk skripsinya minta bertemu hari ini jam 8 pagi.

"Gila, berasa mau mati berdiri ini gua," perempuan itu menguap lebar. Menepuk pipinya beberapa kali agar benar-benar mendapatkan kesadarannya secara total.

Laki-laki di samping perempuan itu merogoh tas ranselnya, mencari-cari sesuatu. Setelah menemukan apa yang ia cari, segera saja ia menyodorkannya pada perempuan di sampingnya.

"Ini, biar ngga ngantuk mbak," dengan malu ia menyodorkan 2 permen kopi kepada perempuan itu.

"Thanks bru. Lu jurusan apa pagi-pagi gini udah nongki di warung pecel?" perempuan itu nampak berbasa-basi, wajahnya benar-benar lelah. cobaan mahasiswa tua rutuknya selalu.

"Seni, Kriya." Laki-laki disebelahnya menjawab singkat, melanjutkan makannya yang tinggal sedikit dan bersiap untuk membayar.

"Ra, Lira! Pak Hendra udah dateng woy, gila lu telat 1 menit abis lu" Seorang laki-laki berperawakan tinggi berteriak keras memanggil perempuan yang baru menyendokkan 2 sendok nasi pecel kemulutnya, tanpa basa-basi ia berlari dan meninggalkan tasnya diwarung itu.

"Eh pea tas lu ketinggalan itu. Lu mau setor muka doang?" teman-laki-laki Lira itu berteriak gemas.

"Et, ada aja. Eh makasih yak, nama lu siapa?" ucapnya pada sosok laki-laki yang menyodorkan tas miliknya.

"Segala kenalan lu, udah ayok. Makasih bang." laki-laki itu menarik tangan Lira dan mengajaknya berlari secepat mungkin, 10 menit lagi waktu sudah menunjukkan pukul 8.

"Aksa, namaku Aksara." Aksa lagi-lagi tersenyum. Meskipun perempuan itu tak mendengar suaranya, ia hanya ingin memberitahu namanya.

Aksa mulai menyusuri lorong kampus, rambutnya yang sedikit berantakan dan wajahnya yang ramah mampu membuat beberapa kaum hawa mau tidak mau menoleh untuk sekedar menuntaskan rasa penasarannya kepada sosok Aksa yang namanya sudah dikenal seantero kampus itu. Aksa, pria baik hati. Julukan yang melekat pada diri Aksa tanpa pernah ia minta.

"Oi broo, Adit merangkul Aksa," laki-laki itu tersenyum jail, entah apalagi yang ia rencanakan untuk membuat jengkel Aksa.

"Lu udahan marahnya? Gua kira sampe sebulanan." Aksa sedikit melirik ke arah Adit, baru kemarin rasanya temannya itu marah habis-habisan.

Lihat selengkapnya