I Laughed But I Cried Too

Siji Getih
Chapter #6

Chapter V

Di pagi hari yang sangat cerah, Yusuf sedang berada di bandara duduk sendirian menunggu seseorang. Ada seseorang wanita duduk di sampingnya, dilihat dari penampilannya wanita itu cukup mencurigakan.

"Apakah kau juga sedang menunggu seseorang nona?" tanya Yusuf menggunakan bahasa inggris tetapi wanita tersebut hanya diam tak memperdulikan Yusuf.

Meski tak dipedulikan, Yusuf terus menerus mengoceh hingga membuat wanita itu kesal. Wanita tersebut melepas kacamata hitamnya, "Bisakah kau diam!" tegasnya.

Yusuf mengangkat kedua tangannya. "Iya, maaf telah menganggu waktumu."

Tak lama kemudian si wanita beranjak berdiri dan pergi, Yusuf tak sengaja melihat sebuah senjata tersimpan di dalam jaketnya. Ia memutuskan untuk mengikuti wanita tersebut diam-diam, ia mengikutinya sampai ke sebuah tempat misterius dimana tidak ada seorang pun disana.

Yusuf melihat si wanita sedang berbicara dengan seorang pria misterius, mereka tengah membicarakan tentang sebuah kelompok yang sudah lama tidak aktif.

Setelah selesai ia memutuskan untuk segera pergi dari tempat tersebut, namun naas saat berbalik ia melihat seorang pria tengah menodongkan senjatanya padanya.

Yusuf diperintahkan untuk mengangkat kedua tangannya dan berjalan maju ke depan. Ia berdiri menghadap tembok dan dari belakang ia dihajar hingga pingsan. Selang beberapa menit Yusuf terbangun dengan kondisi tubuh setengah telanjang dan dengan tangan terikat pada sebuah kursi, ia melihat ada banyak orang mengelilinginya.

Rambut Yusuf dijambak, "Dari pihak mana kau?" tanya seseorang, Yusuf berpura-pura mengerang kesakitan, "A-apa maksudmu? A-aku ha-hanya seorang warga biasa?" ucapnya.

Seorang pria dari belakang menodongkan senjatanya pada Yusuf, "Cepat katakan atau kau akan mati!" teriaknya.

Yusuf menyeringai, "Bukankah pada akhirnya aku sama-sama mati," ujarnya, salah seorang pria menyuruh wanita tersebut untuk melepaskan jambakannya terlebih dahulu.

"Ah, sepertinya rambutku akan botak," keluhnya, seorang pria dibelakang Yusuf merasakan sesuatu yang janggal pada punggung Yusuf, Ia menggosok-gosok punggung Yusuf dengan tangannya yang telah diteteskan air.

"Sepertinya kita mendapatkan harta karun," ujar wanita yang sedang berdiri di depan pintu sambil merokok.

Ketika melihat sebuah tato di punggung Yusuf, membuat semua orang yang berada disana mengarahkan senjatanya pada Yusuf. Dia menyiram punggung Yusuf dengan air dan terlihat sebuah tato yang membuat mereka semua terkejut.

Seorang pria mengambil sebuah kursi dan duduk dihadapan Yusuf, ia sedikit memajukan badannya. "Dengar! aku ingin kau menjawab pertanyaan ini dengan bijak. Katakan dimana pemimpinmu?"

Tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba saja Yusuf tertawa terbahak-bahak membuat semua orang yang disekitarnya terheran-heran, "Sungguh kebetulan, akulah pemimpinnya." Ia menundukkan kepalanya dan menendang orang di depan sembari memukul orang yang berada di di belakang kepalanya.

Yusuf mengambil sebuah pistol yang terlempar dan menembak kaki mereka untuk melumpuhkannya, secara bersamaan ia juga menghindari semua peluru yang ditembakkan padanya.

Mereka menggunakan senjata kejut listrik beratus ribu volt untuk melumpuhkannya, Yusuf menarik semua kawat yang menempel di tubuhnya dan melempar mereka dengan sangat keras ke tembok.

Untuk sesaat Yusuf terjatuh, ada sedikit darah yang keluar dari mulutnya. "Sepertinya aku sudah terlalu tua."

Yusuf berhasil mengalahkan mereka semua seorang diri, akibat kejutan listrik tadi ia berjalan agak sedikit sempoyongan. Penglihatannya mulai agak semakin kabur, entah kenapa ia tiba-tiba saja tergeletak pingsan tak sadarkan diri.

Satu jam sebelumnya dari dalam bandara terlihat ada seorang pria memakai setelan jas dan topi hitam bak seorang artis, ada banyak sekali wanita-wanita yang memandang ke arahnya, "Yusuf dimana sih? katanya mau nunggu!" kesalnya.

Seorang wanita berambut setengah putih setengah hitam dan memiliki mata berwarna biru datang menghampirinya, "Apakah namamu Laskar?" tanyanya.

Laskar yang sedang sibuk mengecek ponselnya langsung terkejut dan membuat ponselnya jatuh dari tangannya, ia heran mengapa wanita ini bisa mengetahui namanya. "Apa kau mengenaliku?"

"Perkenalkan namaku Alice!" ujarnya sembari menunjukkan kartu identitasnya, setelah itu ia berbalik dan berjalan pergi sembari menyuruh Laskar untuk mengikutinya. "Kemarilah ikuti aku!"

Laskar berjalan mengikutinya dengan sangat waspada, ia tahu bahwa hanya orang-orang berbahaya saja yang bisa mengetahui namanya.

Ia dibawa ke sebuah rumah sederhana yang jaraknya lumayan agak jauh dari bandara, ia memasukan tangan kanannya ke dalam jaket, "Siapa kau?" tanyanya.

Alice menggantung jaketnya dengan tenang, ia membuat tiga cangkir kopi. "Bukan siapa-siapa, aku hanya seorang warga biasa."

Laskar menarik tangan kanannya yang telah memegang sebuah pistol dan mengarahkannya pada Alice.

"Yah pada awalnya aku ingin bilang begitu tapi-" ucapnya tiba-tiba membuat Laskar keheranan dan menurunkan kembali senjatanya.

"Tapi apa?"

"Di dunia nyata aku memanglah seorang warga biasa dan terlihat seperti seorang wanita janda yang tengah membesarkan anaknya seorang diri." Sembari duduk ia meletakkan kopi yang telah ia buat di atas meja.

"Tapi di internet aku dikenal sebagai Piece, seorang peretas-"

"Seorang peretas paling ditakuti, tak pernah terdeteksi oleh sistem dan peretas pertama yang berhasil membobol sistem Future yang dikenal sebagai sistem teraman," potong Laskar, ia pergi duduk dan meletakkan senjatanya di atas meja.

Alice terharu bahwa Laskar mengetahui banyak tentangnya, "Sepertinya aku lumayan terkenal," sombongnya.

Laskar menghembuskan napasnya dengan lembut, "Lalu untuk apa kau mengajakku kemari?" tanya Laskar dengan raut muka serius.

Alice menggeser salah satu kopi pada Laskar, "Minumlah terlebih dahulu!" pintanya, Laskar meminum kopi tersebut dan ia juga tetap waspada tak menurunkan penjagaannya.

Tak lama datang seseorang membuka pintu, ia memiliki muka yang agak sedikit menakutkan, "Apa aku terlambat?" tanyanya.

Laskar langsung beranjak berdiri dan berjalan menghampirinya, "Darman, temanku!" sapanya.

Darman terkejut sekaligus tersenyum. "Laskar, lama tak jumpa!"

"Yah untuk sekarang kalian saja sudah cukup," ucap Alice, Darman mengangkat salah satu alisnya ia merasa heran. "Siapa wanita ini?"

"Nama dia Alice dan sulit dipercaya bahwa dia ini piece, peretas yang selalu meresahkan kita," jelas Laskar.

"Sungguh?" tanya Darman tak percaya. "Aku selalu mengira bahwa dia seorang pria."

Alice mematikan lampu di ruangannya dan menyuruh mereka berdua untuk pergi duduk. "Apa maksudmu dengan kami saja sudah cukup?" tanya Laskar.

Darman mengambil sepotong roti yang tersedia di atas meja, "Yang lebih penting lagi, mana Yusuf?" tanyanya.

"Aku tidak tahu, tapi sepertinya akan telat," jawab Alice, ia menyalakan laptopnya dan menyambungkannya dengan sebuah tv yang telah menempel di dalam dinding.

"Entah aku yang sudah terlalu tua atau zaman yang semakin maju, aku sama sekali tak habis pikir bahwa tv bisa berada di dalam dinding," ujar Darman heran.

Laskar meminum kopinya dengan tenang, "Bukan keduanya, tapi karena kau terlalu bodoh!" ledeknya.

Darman tertawa sembari memutar-mutar pergelangan tangannya. "Kawanku, sepertinya karena sudah terlalu lama tak bertemu, mulutmu jadi sangat jujur!"

Mereka terus menerus berbalas kata dan bertengkar layaknya anak kecil. Alice menggeleng-gelengkan kepalanya, ia menyuruh mereka untuk berhenti berkelahi karena itu akan membuang-buang waktu.

Lihat selengkapnya