Marta berjalan perlahan di jajaran buku sejarah. Matanya terus menatap satu persatu punggung buku yang menampakkan judul seraya mengingat-ingat isi buku yang dilihatnya; kemungkinan di mana letak informasi yang dicarinya tercantum.
“Sejarah berdirinya Pulau Ceyns, cara yang digunakan pendahulu untuk membangun wilayah, kesepakatan pengorganisasian wilayah oleh para pendahulu, terbentuknya wilayah baru yang membuat Pulau Ceyns memiliki empat wilayah…” Marta menggerak-gerakan bola matanya ke tulisan-tulisan di punggung buku, semua sama saja, sepertinya bukan di sini. Ia menghela napas berat. Sulit untuk mengetahui di mana lokasi informasi yang pernah dibacanya secara cepat, apalagi informasi itu hanya sedikit dari tambahan informasi utama. Bisa jadi ada di dalam buku dengan tema yang tidak ia duga atau buruknya, ada di buku-buku yang telah ia baca ulang tapi terlewat olehnya. Hal apa yang bisa menjadi kemungkinan berkaitan dengan mimpi yang tak masuk akal?
“Para pendahulu datang ke pulau ini dengan tujuan yang mulia, membagi wilayah, dan menjadi pemimpin pertama di wilayah masing-masing.” Marta bagai mengulas isi buku-buku di hadapannya yang sudah tertanam di ingatannya. Dengan gerakan lesu, ia berjalan menuju salah satu rak dan menyandarkan punggungnya di sana, pikirannya masih mengulas semua yang Ia ingat.
“Semua rakyat Pulau Cyens hidup sejahtera dengan pekerjaan dan pendidikan yang tersedia. Kehidupan rakyat antarwilayah juga sangat rukun. Semua bekerja sama dan berinteraksi dengan baik.”
Sepertinya tidak ada masalah dengan sejarah pulau ini. Semua baik-baik saja. Kecuali munculnya wilayah Hyamith karena perselisihan. Dan perselisihan itu disebabkan oleh… Marta membulatkan matanya begitu tersadar dengan apa yang diingatnya. Ia segera menegakkan badan untuk memastikan ingatannya. Sihir? Apa berkaitan dengan itu?
“Munculnya wilayah Hyamith disebabkan pertentangan pendapat yang terjadi mengenai pendidikan sihir dan pengaplikasiannya di kehidupan.” Benar… dahulu orang-orang menggunakan sihir.
“Awalnya sihir sangat membantu, tetapi seiring berjalannya waktu, tingkat produktivitas rakyat menurun akibat banyaknya alternatif sihir tanpa kegiatan fisik. Bahkan, orang-orang menyalahgunakan sihir untuk keuntungan pribadi. Karena hal itu, para perwakilan pulau berkumpul dan sepakat untuk memusnahkan sihir.
“Orang-orang menunjukkan perlawanan saat kebijakan itu baru muncul. Hanya berselang tiga belas hari, pendahulu pulau ini “menghilangkan” sihir yang ada di pulau ini. Akan tetapi, mereka yang menentang dengan keras kabur ke ujung pulau dan membangun wilayah sendiri. Kelompok itu didominasi oleh Terith, adik dari Pendahulu Yerith sekaligus penyihir terkenal di Wilayah Swinde.
“Terith dan pengikutnya membuat wilayah sendiri di ujung Wilayah Swinde dengan sihir. Sihir yang mereka buat membuat wilayah itu terlindungi dari orang-orang luar.”
Marta melangkahkan kakinya ke hadapan buku-buku sejarah tentang kehidupan rakyat terdahulu. Cukup banyak buku yang berbicara tentang kebijakan dan kehidupan sosial di zaman dahulu. Jika melihat kemungkinan yang ada, sepertinya kisah tentang Terith berkaitan dengan rencana pelajaran di zaman dahulu.
Mungkin yang ini. Marta mengambil salah satu buku tentang sejarah pendidikan; berjalan menuju meja panjang untuk membacanya.
“Sihir menjadi pelajaran yang diminati…”
“Terith adalah salah satu tokoh terkenal yang menguasai ilmu sihir…”
“Sihir dibagi menjadi beberapa tahap: bawah, menengah dan atas…”
“Tahap atas hanya dikuasai oleh penyihir tingkat tinggi…”
“Sihir bisa digunakan untuk apa saja, biasanya hanya digunakan oleh penyihir tingkat tinggi…”
“Pesan bisa disampaikan melalui sihir…”
“Disimpan di barang tertentu, atau melalui ingatan kepada seseorang secara berulang…”
“Ini dia!” Marta sedikit berseru dan membulatkan mata menatap kalimat terakhir yang Ia baca. Namun, penjelasan mengenai pesan yang disampaikan melalui sihir tidak begitu detail. “Mungkin karena sudah dimusnahkan, informasinya tidak begitu banyak.”
Kalau ini benar… apakah mungkin? Mimpi itu adalah pesan? Bila diingat-ingat kemunculan dan ucapan seorang perempuan di mimpi Marta sudah tidak bisa lagi di anggap mimpi buruk belaka. Bisa jadi mimpi itu adalah pesan yang disampaikan untuknya. Tapi ada kelemahan yang cukup besar untuk hal ini. Apakah benar ini mungkin? Sihir sudah musnah, bagaimana mungkin ada yang menggunakan sihir di zaman ini untuk mengantar pesan?
Marta mengalihkan pandangan dari buku di tangannya, ia menoleh ke arah jendela yang terhubung dengan taman. Sudah mulai sore ternyata. Marta menutup bukunya lalu bangkit untuk mengembalikan buku di tempatnya semula. Sepertinya cukup untuk hari ini. Ia berjalan keluar perpustakaan, melalui lorong-lorong, hingga sampai di bagian samping bangunan yang berseberangan dengan perpustakaan.
“Anda sudah kembali, Nona. Mau saya siapkan air untuk mandi?” Rana mucul dan mendekati Marta saat Marta hendak membukakan pintu kamarnya.
“Tidak perlu. Aku akan melakukannya sendiri.”
“Apa Anda yakin?” Rana bertanya dengan nada ragu. Untuk di pagi hari, ia dapat memakluminya, tapi melihat wajah Marta yang sekarang terlihat kelelahan sedikit membuatnya tidak yakin membiarkan Marta menyiapkan sendiri, seperti butuh bantuan.
Marta tersenyum dan mengangguk mendengarnya. Di antara semua pelayan, hanya Rana yang benar-benar memperlakukannya dengan sepenuh hati, sedangkan pelayan lain hanya didasari rasa tanggung jawab, itupun bila ayah, ibu, atau kakaknya yang menyuruh seseorang untuk melayaninya, sisanya akan berlaku biasa saja dan kadang tak acuh akan kehadirannya.
“Kau boleh kembali.”
“Baik, Nona.” Rana sedikit membungkuk sebelum menghilang di ujung lorong.