Apakah kalian lahir dari keluarga yang semua keturunannya pandai memasak? Aku adalah anak yang terlahir dari keluarga yang semua keturunannya pandai memasak. Kakekku, nenekku, mamaku, papaku, kakakku, bahkan adikku yang masih kelas 1 SD. Tetapi, tidak bagiku! Aku adalah anak yang tidak pandai bahkan tidak bisa memasak. Nilai memasakku saja jelek.
Beberapa kali aku dibujuk untuk memasak. Tetapi, aku membantahnya dengan tegas. Sebenarnya, aku takut kalau aku menyalakan kompor, kompornya akan meledak! Atau ada cipratan minyak panas yang dapat membuatku terluka. Aku juga takut makanan yang kubuat gosong dan gagal total! Selain itu, aku juga takut jariku terluka sewaktu mengiris.
Suatu hari di sekolahku, SD Takeda kelas 5-2, seperti biasanya, aku mengobrol dengan kelima temanku; Hikaru, Izumi, Lee, Shiro, dan Kaide sebelum guruku, Bu Aihara, masuk.
Hikaru adalah sahabat karibku. Dia sangat pintar. Dia bisa bermain balet, biola, dan piano. Dia menguasai seluruh bahasa dunia. Dia juga pintar memasak dan merajut. Wajahnya sangat cantik. Dia anggota perpustakaan, sama sepertiku. Dia juga ikut tim cheer leader dan tim laboratorium. Hikaru adalah anak Bu Aihara, guru kelas kami. Dia alergi udang. Melihatnya saja, dia ingin muntah.
Izumi adalah temanku yang kaya. Dia hobi makan permen karet. Kehebatannya bermain alat musik sudah tidak bisa diragukan lagi. Dia ikut klub tenis, basket, drum band, dan judo di sekolah. Izumi adalah anak yang tomboi. Musuh besarnya Shiro. Terkadang, dia sombong. Tetapi, dia anak yang baik, kok!
Lee adalah temanku pindahan dari China. Lee ini pemalu dan kalem. Tetapi sebagai laki-laki, dia ini agak pendiam, tapi baik hati. Lee punya panda kecil yang dibawanya dari China. Nama pandanya tetap, Panda. Panda pintar bermain bola. Lee ikut klub sepak bola dan voli di sekolah. Lee sangat senang memberi dukungan. Lee juga dijuluki The Dragon karena dia berasal dari China. Dia tinggal bersama kakak perempuannya.
Shiro adalah temanku yang sangat dingin dan kalem. Sampai-sampai, dia dijuluki Iceman (Wah! Pembalap F1, Kimi Raikkonen, dong!) Tetapi, dia juga bisa tersenyum. Dia kapten tim basket SD Takeda. Banyak sekali yang suka Shiro, apalagi gadis-gadis kelas 6. Shiro selalu memperlakukan Hikaru layaknya ratu. Tetapi yang suka sama dia, dia hiraukan. Shiro sangat hebat dalam soal komputer. Karena itu, dia juga ikut klub komputer selain ikut klub judo, berkuda, dan memanah.
Kaide adalah temanku yang pemalas dan sering terlambat (tetapi tidak hari ini). Dia sangat tergila-gila pada samurai. Kaide pintar membuat komik. Anaknya jenaka. Dia ikut klub judo, kendo, dan hoki. Dia ini bodoh (tetapi tidak dalam dunia masak-memasak) dan rakus (maaf, ya, Kaide!) Dia senang main igo (catur khas Jepang). Dia ini keturunan samurai.
“Eh, ingat tidak, hari ini tes memasak?” tanya Kaide.
“Tentu, aku sangat ingat! Tadi malam, aku membuat ikan panggang,” kata Izumi.
“Jangan bicara soal memasak!” teriakku tidak senang. Lalu, Bu Aihara masuk. Ketua kelas kami, Kagami langsung memberi aba-aba.
“Siap!” seru Kagami. “Hormat kepada guru!”
Semua murid memberi hormat kepada Bu Aihara
“Anak-Anak, hari ini kita pulang pukul sepuluh!” seru Bu Aihara.
“Horeee ...!” murid-murid bersorak senang.
“Tenang, tenang! Kalian pulang cepat karena ada tamu dari SD Matsumida,” seru Bu Aihara. “Nah, mari kita berdoa dulu!”
Selesai berdoa, aku dan murid-murid lainnya segera pergi ke dapur di kantin. Di sana, aku dan murid-murid lainnya mengikuti pelajaran memasak, pelajaran yang paling kubenci. Kumasuki ruang dapur sambil memakai celemekku. Bu Kimiko, guru memasak yang bawel segera memulai pelajaran memasak.
“Anak-Anak, tes kita adalah membuat kari ayam!” seru Bu Kimiko.
“Aduh! Kenapa aku belajar membuat ikan panggang, ya?” sesal Izumi yang ada di sebelahku.
“Bahannya sudah ibu siapkan. Sekarang ada di depan kalian!” seru Bu Kimiko lagi. “Hasilnya, akan ibu gabung dengan hasil anak kelas 5-1 nanti untuk hidangan makan siang tamu. Nah, sekarang mulailah!”
Pertama-tama, aku hanya mencincang ayam dan bumbu-bumbu. Setelah selesai, aku kebingungan karena tidak bisa menyalakan kompor. Biasanya, aku meminta Bu Kimiko untuk menyalakan kompor.
“Baiklah, kali ini akan kucoba!” tekadku sudah bulat. Kucoba menyalakan kompor. “Hmmm ... gimana caranya, ya?” aku hanya memutar pegangan kompor itu. Tapi ....
DUARRR!
Tiba-tiba, kompornya meledak! Mukaku menjadi hitam. Teman-teman menertawaiku. Aku pergi ke toilet untuk membasuh mukaku.
Setelah kembali dari toilet, Bu Kimiko pergi ke tempatku berada. Dia mencatat sesuatu di kertas yang ada di papan jalan miliknya. Lalu, dia memberikanku kompor kecil yang hanya tinggal tekan tombolnya, apinya langsung ke luar.