Gue terima undangan pernikahan dari Shelin. Anak Sastra Inggris yang akan menikah esok hari. Ujo, Tyo dan Desy juga di undang. Namun saat jam selesai kampus Tyo bilang sama gue kalo dia sama Ujo gak bisa datang dan gue bingung tidak ada barengan. Bukan apa-apa. Dua alasan kenapa gue gelisah. Pertama, gue paling ogah datang kondangan sendirian dan kedua, gue gak tahu jalur ke rumahnya Shelin. Memang ada map tapi itu buatan manusia dan manusia makhluk yang tak luput dari kesalahan.
Setahun yang lalu gue pernah dibuat nyasar sama google map. Benda itu memandu perjalanan ke rumah Oma tapi apa yang terjadi? Gue dibawa ke kuburan. Gue tahu, Oma gue sudah 92 tahun. Tahu, sudah mau bau tanah tapi kan belum meninggal. Tua-tua gitu tapi bisa Harlem Shake loh yah meski mengangguk-angguk kepala doang. Akhirnya setiap ke rumah Oma gue diantar kakak.
Apa gue ajak Desy?
Ini juga bisa jadi kesempatan gue buat pendekatan sama dia. Gue menghampiri dia yang sedang bicara dengan teman-temannya. Agak canggung sih tapi hati ingin bicara detik ini juga.
“Desy?”
Dia menatap gue penuh senyuman. Berbeda dengan dua temannya yang menatap datar. Gue keringat dingin, rasa gugup bergentayangan tapi sebagai lelaki jantan gue harus berani bicara. “Nanti kondangan ke rumah Shelin dateng gak?”
Desy berpikir sejenak.
“Dateng Ren. Kenapa?”
“Sama siapa?”
“Sendiri. Kenapa?”
“Kalo sama aku, mau gak?
Desy lagi-lagi berpikir sejenak.
“Emang Ujo sama Tyo gak ikut?”
Gue cari alasan agar Desy tidak punya pertanyaan lagi.
“Ujo sama Tyo mau tanding futsal. Jadinya gak ada waktu buat ikut.”
“Oke. Besok jam tujuh yah Ren. Nanti alamatnya aku whatsapp.”
Ada ribuan bunga menghujani kepala gue. Rasanya ingin gue lompat-lompat kegirangan seperti Resha ketika dibeliin mainan baru sama ibunya. Terima kasih tak lupa gue sampaikan sebelum pergi ke dalam kelas. Sepanjang lorong kampus gue berjalan sembari joget gak jelas sampai-sampai Tyo yang berpapasan dengan gue menegur. Gue menjawab dengan nyeleneh. Gue bilang kalo gue habis menemukan duit gocap di kantin.
Tyo seketika antusias. Ia menuntut gue untuk mentraktir dia makan batagor belakang kampus yang terkenal enak. Gue menganggukkan kepala. Untung duit gue banyak di dompet.
Aduh, tampan banget gue malam ini. Setelan jas putih dan celana bahan hitam membuat gue terlihat sempurna. Kakak gue aja sampai terkejut. Ia mencolek gue penuh rasa kepo tanpa memedulikan Resha yang ia gendong hanya mengenakan celana popok.