Tyo sekarang punya pacar. Hari-hari mereka tak luput dari sorotan media sosial teman-teman sekampusnya termasuk gue dan Desy. Mesra-mesraan pas malam minggu. Pamer chat mesra yang ia screen shot lalu share di story instagram. Gue aja sampai gak menyangka kalo Tyo ternyata bisa bucin. Padahal orangnya masa bodoan. Kemarin dia sama kekasihnya ketemu gue sama Desy ke tempat fotokopi untuk menjilid makalah tugas kelompok PKN.
Entah kebetulan atau apa yang jelas ia menegur gue sedikit sombong. Dia bilang begini “Dekat doang, jadian kagak”. Gue dan Desy cuek. Gue bilang sama Tyo , “Gak sekalian dekat, jauh 2000.” Tyo tertawa terbahak-bahak. Kekasihnya demikian.
“Itu mah angkot Ren.” Tyo tertawa kecil.
Gue gak iri sama Tyo karena gue yakin pasti akan datang jodoh yang pantas buat gue dan gue juga yakin hal indah itu butuh waktu untuk datang. Gue mengatakan sambil menatap Desy yang fokus memeriksa tugas kuliah kita. Tyo dan sang kekasih pamit setelah makalahnya selesai. Dia harus temani pacarnya makan sebelum jam kuliah dimulai.
Gue bertanya sama Desy soal pernyataan meledek Tyo. “Kode tuh. Gimana tanggapanmu Desy?”
Ia tertawa kecil. Wajahnya tetap fokus memilah pulpen yang cocok. Merasa di acuhkan, gue meminta maaf karena takut membuatnya tersinggung tapi dia kembali tertawa kecil yang membuat gue malah bingung.
“Gapapa Ren. Orang-orang mengira kita jadian kok. Cuma Tyo aja yang beda. Jadi tanggapan ku gak ada.”
Iya juga sih. Akhir-akhir ini gue sering main sama Desy apalagi Ujo yang memanfaatkan hukuman gue dengan menginap ke rumah kakeknya di Bekasi. Alasannya healing lah. Healing di Bekasi. Bukan sembuh malah gila lo makin kambuh karena yang lo liat di sana ibu-ibu yang hijabnya lebar kayak jubah Batman sambil motoran dimana kalo berkibar sudah kayak bendera tujuh belasan.
“Ren. Kamu suka nyanyi gak?”
Tiba-tiba Desy bertanya sama hal yang bikin gue insecure. Yang bagus mah cuma tampang gue doang. Suara gue mah, kucing mabok pas ketemu gue lagi nyanyi. Gue menggeleng sambil pasang wajah agak takut.
“Kenapa?” lanjutnya. “Nyanyi seru tahu.”
“Yah kalo didukung suara yang bagus mah. Seru,” bantah gue.
“Enggak kok Ren. Suara aku juga gak bagus-bagus amat. Ke rumah aku yuk.”
Gue membelalakkan mata. Otak gue kemasukan asumsi-asumsi mencurigakan. “Ngapain?”
“Karaoke. Aku punya studio karaoke.” Desy menanggapi dengan santai sedangkan otak gue semakin mulai masuk hal-hal jelek. “Kamu hobi karaoke?”
Desy mengangguk senang. “Itu hobi aku.”
Gue mau menolak tapi gimana yah. Masa gue mengecewakan orang yang gue suka. Akhirnya gue menerima tawaran yang akan dilaksanakan nanti malam. Hah, sudahlah. Paling-paling Desy pingsan dengar suara gue.
Kok gue tegang begitu disuruh nyanyi sama Desy. Padahal cuma kita berdua. Ibunya lagi nyiapin makanan di dapur. Kata Desy, rumahnya memang disediakan satu ruangan khusus karaoke plus alat-alatnya yang persis seperti tempat karaoke di mal. Dia membuat ini dengan tujuan menghibur diri. Tenang, gue sudah izin sama ibunya kok jadi gak main asal masuk aja.
“Ren, nyanyi dong.”
“Lagu apa Des?” tanya gue mulai keringat dingin.
“Terserah. Kan kamu yang nyanyi. Cepetan ih !!!”
Akhirnya gue menyanyikan lagu Separuh Aku punya band Noah.
Dan terjadi lagi.
Kisah lama yang terulang kembali.
Hancur !!! Yang benar mah liriknya begini...
Dan jelek lagi.
Suara gue yang bikin kuping orang sakit.