Saya terima nikahnya Desy Mahardika Sastroamidjojo binti Bambang Mahardika Sastroamidjojo dengan seperangkat alat sholat dan emas 20gram dan uang tunai 50 juta dibayar tunai.”
Ucap syukur terlontar dari semua tamu undangan. Kita resmi menjadi suami istri. Kata janda muda sudah hilang ditubuh Desy. Sekarang dia bidadari surgaku, istri yang akan gue rawat penuh cinta dan kasih sayang, yang gue bimbing menjadi pribadi yang lebih baik. Akhirnya gue tak sekedar jadi teman kuliah lo tapi jadi teman hidup dan mati lo.
Terhitung 500 tamu undangan datang memberi selamat dan doa. Ujo dan Tyo serta pacarnya sengaja gue tunjuk jadi pemandu di resepsi pernikahan gue dan Desy. Mereka sangat bersemangat membantu temannya bahagia bahkan keluarga gue dan Desy.
Pesta berlangsung enam jam. Memang sengaja tidak lama-lama karena gue sama Desy gak sabar mau istirahat dan tentunya malam pertama seperti pengantin-pengantin baru lainnya.
Malam turun hujan yang begitu lebah, mendinginkan tubuh kita berdua di kamar padahal AC sudah direndahkan suhunya. Desy sedang merapikan kamar untuk persiapan tidur sedangkan gue sedang sikat gigi. Mulai malam ini panggilan kita berubah. Bukan nama lagi tapi ‘Ay’ dan ‘Yank’ jadi kalo digabung ‘Ayank’.
“Ay. Kamarnya udah beres. Jangan lama-lama di kamar mandi.”
Gue teriak. “Ya.”
Desy melonjorkan tubuhnya di atas kasur. Tubuhnya yang ditutupi piama tampak terlihat seksi. Kita saling tatap-tatapan. Memberi kode yang kita akhirnya saling paham.
“Tidur Ay,” ucap Desy manja.
Gue perlahan menaiki kasur. Melewati tubuhnya yang bagian dadanya bikin gue gak sengaja melihatnya.
“Yank.”