DESY HAMIL!!!
Kita bersorak layaknya menang lotre. Sejak pukul 3 pagi Desy mual-mual terus. Gue kira sakit sampai gue sama dia memutuskan libur kuliah. Gue penasaran, gue beli testpack dan hasilnya Desy beneran positif hamil.
Gue nangis, sumpah. Keinginan gue menjadi ayah akan segera terwujud. Desy sampai lompat-lompat di depan gue saking girangnya. Kabar gembira ini gue bagikan ke Oma dan Om Sony juga ibunya Desy. Mereka sama antusiasnya. Bahkan Oma berjanji akan membuatkan jamu tradisional untuk Desy sampai melahirkan.
“Asik punya baby,” kata gue memeluk Desy.
“Makasih Ay. Aku senang banget.”
“Gacor kan peliharaan aku.”
“Banget.”
Sebagai seorang suami gue berusaha melindungi Desy lebih ketat. Mulai dari aktivitasnya, pola makannya, mentalnya. Jujur gue gampang khawatir jika terjadi musibah sekecil apa pun menimpa istri gue. She like diamond. Dia permata gue yang mesti gue rawat seulet mungkin. Seperti siang ini. Dia mengeluh kakinya pegal. Gue sigap menggotongnya ke atas sofa, membiarkan dia selonjoran lalu gue pijat kedua kakinya dengan lembut.
“Makasih Ay.”
Gue mengangguk pelan.
“Biar aku aja yah masak”
Desy mengangguk. “Masak apa?”
“Yang pasti enak. Habis sini aku mau ke pasar.”
“Aku ikut.”
“Kaki kamu kuat gak?”
“Kuat, dipijitin kamu juga sembuh “
Gue mengangguk pelan sambil terus memijit kakinya.
“Udah mendingan kakinya?”
Desy mengangguk lagi.
“Cepet amat.”
“Suamiku kan jago.”
“KFC kali ah.”
“Kalo kamu RFC.”
“Apa tuh Ay.”
“Renaldy Father Cute.”
Gue tertawa terbahak-bahak. Nemu aja lawakannya.
“Kalo kamu PHD.”
“Apa tuh Yank.”
“Perempuan Hebat, Desy.”
Giliran Desy tertawa terbahak-bahak. Dia bilang nemu aja lawakannya. Lah bisa mirip sama suara hati gue. Itulah cinta kita yang akan kita manjakan dengan jenak-jenaka kecil walau agak maksa tapi kita bahagia luar biasa.
Makan siang sudah siap. Gue memasak ayam saus mentega dan sayur bayam. Kita gak masak banyak karena semenjak menikah kita harus punya tabungan masa depan. Backup keuangan itu sangat penting karena karir dan kehidupan ke depan pasti ada hal yang terduga baik dari pengeluaran yang membludak, kebutuhan tambahan yang diluar rencana. Yah setidaknya kita menghindari pertengkaran karena ekonomi kita lemah.
Kehidupan hura-hura kita sudah rasakan sebelum menikah dan menurut gue itu cukup. Desy mendukung 100% ide gue. Kita buat kesepakatan bahwa berapa pun nominalnya kita harus isi celengan kaca setiap hari.
Rasanya gak perlu makan. Melihat Desy yang sangat lahap makannya sudah cukup menyenangkan hati dan perut. Dia menodongkan piring yang sisa air kuah bayam. “Nambah Ay.”
Gue menaruh nasi dari bakul menuju piringnya sebanyak tiga kali. Tak lupa lauknya bahkan ia minta izin buat menghabiskan sayur bayam yang masih hangat. “Ambil aja Yank. Lagian vitamin sayur bayam cuma dua sampai tiga jam. Dia gak boleh di panaskan lagi. Malah jadi racun katanya.”
“Oh. Makasih sayang. Pintar suamiku.”
Istriku ingin makan pisang tapi gak mau pisangnya yang buluk. Pisang yang kulitnya ada hitam-hitam. Ia menyeret gue pasar tradisional selepas pulang ngampus setengah hari. Memang kalo hari Jumat jadwal kuliah kita hanya satu mata kuliah. Jadi jam satu siang kita bebas beraktivitas.
Ia menunjuk pisang kuning yang masih mulus dan pisang hijau. Begitu gue coba menjahili dia dengan menyodorkan pisang yang dia bilang buluk, Desy histeris, membuang muka sambil menjauhkan pisang dengan tangannya. “ Ay, apaan sih akh. Jijik tahu !! Gak suka deh.”
“Kenapa deh dengan pisang ini. Aku pernah makan rasanya manis tahu.”
“Enggak !! Itu udah begetah dan lengket. Kadang bau asam. Aku gak suka.”