Gue dan Oma berkumpul diruang IGD menunggu kabar dokter mengenai kondisi kakak gue yang tiba-tiba ginjalnya sakit. Resha aman, ia sedang sama Desy di rumah.
Dokter keluar dengan raut wajah yang mencurigakan, seperti ingin bilang hal yang buruk cuma bingung. Oma membuka dialog dengan pertanyaan. “Gimana Dok kondisi cucu saya?"
“Sementara (1)Sabrina harus di operasi, mengeluarkan batu ginjal yang menyarang dengan ukuran lumayan besar. Besok atau lusa dilaksanakan operasi sambil menunggu pasien siuman.”
“Emang gak bisa pake obat minum aja Dok?" tanya Desy.
“Kalau ukuran kecil itu masih bisa nanti batu itu akan hancur dan keluar melalui air seni kita. Kalo besar itu harus di operasi untuk kita keluarkan,” tuturnya membuat kita harus bersabar.
“Tapi masih bisa diselamatkan kan Dok?” sambung Oma.
“Masih bisa diselamatkan. Insya Allah. Berdoa saja semoga operasinya nanti lancar dan pasien bisa disembuhkan.”
Kita berdua hanya bisa pasrah dan berharap dapat kabar baik. Desy izin kuliah tiga hari. Sesekali Desy mengirimkan foto aktivitasnya bersama Resha mulai dari menidurkan, main bersama, momen makan sampai ia merasa lelah karena susah menghentikan tangis keponakan gue yang imutnya sama kayak Desy.
“Semangat. Ini materi yang tidak ada di kampus. Menjadi ibu. Oh yah, jangan capek-capek. Jaga diri kamu juga.” Gue mengirim pesan suara.
“Oke Ay,” balas Desy semangat. Duh, pangling gue.
Gue mampir ke Gramedia sebelum pulang, mencari buku tentang parenting dan beberapa novel romantis buat Desy menghibur diri. Gue gak tahu Desy senang baca buku atau enggak tapi kata Tyo cewek itu suka sama hal-hal yang bermanfaat. Buku salah satunya.
“Ah. Makasih sayangku. Aku lumayan suka sama buku. Udah lima bulan aku gak ke toko buku.” Desy memeluk gue setiba di rumah. Resha sedang tidur siang.
“Uh, aku sebenarnya ingin lama-lama di samping kamu tapi beberapa jam lagi aku harus ke kafe. Kamu sendirian lagi,” keluh gue merangkul istri tercinta.
“Gak apa-apa lah Ay. Aku nungguin kamu kok.”
“Janganlah Yank. Aku takut kamu kurang tidur. Tar kalo sampai sakit, gak ada yang manjain aku.”
“Gimana yah. Aku kurang tenang selama kamu belum ada di samping aku. Aku khawatir.”
“Jangan ada kata khawatir. Nanti kamu ketar-ketir. Jangan ada kata Bambang nanti kamu gampang bimbang.” Gue bergombal gaya Dilan.
“Hey jangan sembarang kamu nyebut kata Bambang.” Desy membalas dengan gaya tegas layaknya drama kolosal.
“Kenapa Adinda.” Gue mulai ikut-ikutan.
“Bambang nama bapakku.”