Desy menarik tangan gue ke dalam kamar. Ia kunci pintu rapat-rapat seperti ingin melakukan sesuatu yang sangat penting dan sensitif. Ia menuntun gue duduk di atas kasur. Kita saling berhadapan, mata kami saling memberi kode yang membingungkan. “Yank, kenapa sih?” tanya gue penasaran.
“Ay, Ibu tadi siang bilang sama aku kalo ia ditegur sama Pak RT karena liat kita ciuman semalam.”
Mata gue membelalak. “Akh, serius? Dimarahi dong ibu kamu. Maaf yah.”
“Yah, Ibu bilang besok-besok jangan jadi kebiasaan. Orang-orang sana tahu kok kita udah nikah, udah punya Caca. Kamu gak perlu minta maaf. Kan aku yang mulai.” Desy memelas.
Gue menggenggam tangannya berharap hatinya tenang. “Kalo sekarang aku yang mulai gimana?” tanya gue.
Dua bola mata Desy membulat. “Yah, Caca lagi tidur kok.”
Bibir gue langsung menyentuh daging bibirnya Desy yang selembut kue bolu stroberi. Tubuh kami saling menyentuh, kedua tangan erat mengikat. Di sentuhannya rambut belakang gue berulang.