I Love U !!! Do Not Panic.

Rizky Brawijaya
Chapter #24

BAB 24 - At Least We Stole The Show


Desy memasang 5 insta story dirinya bersama Caca dan Oma tadi sore. Ia menandai gue dengan icon hati merah dipojok video dan foto yang ia kirim.


Lihat Desy yang sedang menagih uang kontrakan, lalu mengajak Caca dan Oma yang tulang belakang yang sudah membaik ke taman dan yang terakhir mereka berdua asik masak pisang goreng.


Senang banget lihat istri yang selalu akrab dengan menantunya layaknya sahabat. Orang seperti ini yang tidak boleh gue sia-siakan seumur hidup gue.


"Semangat masaknya, tinggalin aku yah," kata gue membalas salah satu storynya.


Tak lama Desy membalas dengan kalimat meledek. "Oh, tidak bisa. Itu makanan kesukaan aku. 😋."


"Oh pisang buluk jadi idola nih?" ledek balik gue.


"Hehehehe. Iya, jadi idola seperti aku mengidolakan kamu," gombal Desy buat gue ketawa ngakak sendirian di kafe sampai-sampai 2 karyawan yang sibuk di dekat gue menoleh.


Gue langsung meminta maaf pada mereka karena takut menganggu. Padahal apa yang dikatakan Desy barusan terdengar receh. Apa karena yang membawakannya orang spesial. Apa jangan-jangan Desy bisa merubah tahi kuda jadi coklat Belgia?


Patut dipertanyakan.



Sambutan tengah malam Desy tampilkan dengan wajah sedikit lesu. Yah biasanya akhir-akhir ini ia tersenyum lebar nan cerah wajahnya. Kecurigaan gue menimbulkan pertanyaan dibenak kepala. "Kenapa nih lemas amat. Biasanya semringah."


Eh, Desy malah membelokkan pertanyaan dengan pertanyaan lain yang ia lontarkan. "Aku sisain pisang goreng buat kamu. Masih lapar gak?"


Gue juga malah terayu dengan pertanyaan tersebut. "Mau dong. Iya nih. Kena AC mobil perut jadi kedinginan. Butuh yang hangat-hangat."


Hal yang bikin gue kebingungan selanjutnya adalah aksi Desy yang tiba-tiba memeluk erat gue. Biasanya kalau perempuan berperilaku seperti ini pasti ada sesuatu yang ia inginkan. Merayu dengan mesra sampai mengeluarkan kata-kata romantis adalah senjata utamanya.


"Desy. Kok random begini sih. Ada apa?"


"Yah, katanya mau yang hangat-hangat. Aku peluk hangat gak?" ucap Desy.


Gue tiba-tiba gugup. Ucapan Desy memang ada benarnya. Tapi gue berusaha melontarkan pertanyaan dibalik maksud dia tiba-tiba peluk gue. "Kenapa Desy. Cerita aja. Atau ada yang pengen kamu mau?"


Desy melepas pelukannya, wajahnya berubah asam yang membuat kebingungan ke sekian kalinya. "Kamu nih. Perempuan kalo lakuin begini itu tidak minta apa-apa selain melepas rindu. Emang kamu mikir apa? Hah."


Yah, gue kena semprot. Baru sama gue melihat bidadari surga tersenyum sekarang malah melihat kuntilanak penunggu pohon sengon. Ia terus meracau seperti burung beo sambil menyediakan pisang goreng buat gue. "Itu yang hangat. Peluk aja tuh pisang."


Ia duduk diam di samping gue. Sumpah, apa yang ada di isi kepalanya. Sempat-sempatnya dia ngambek tengah malam begini.


"Kamu gak masuk angin kan sayang? Gak lagi PMS kan? Atau uang belanja kurang. Oke aku tambahin besok."


Dia malah menatap gue tajam seakan ingin memakan gue hidup-hidup. "Ujo sama Tyo nyari kamu. Udah, makan pisang gorengnya. Aku mau lihat Caca dulu. Bye."


Selanjutnya ia langsung pergi dengan pasang wajah asam. Kemarin baikan, kemarin sudah tidak marah lagi. Tapi sekarang terulang lagi. Selain cemberut apa ia amnesia kah?


Kenapa dengan Ujo dan Tyo. Gue emang sudah lama sekali tidak komunikasi sama mereka. Kami sama-sama sibuk dengan urusannya masing-masing. Gue telepon mereka tapi sama-sama tidak aktif ponselnya. Yah, sadar diri juga sih. Sudah pukul setengah satu. Yang ada gue malah ganggu mereka molor.


Memeluk istri yang sedang tertidur pulas itu membuat gue rindu akan kejombloan gue beberapa tahun lalu. Tahu gak, semenjak awal masuk SMA sampai gue memutuskan menikahi Desy, guling bersarung logo Real Madrid menjadi perantara kenyamanan gue beristirahat. Yah kadang-kadang sarung guling FC Barcelona juga sih kalo si Real Madrid lagi di ember cucian kotor.


Gue membayangkan memeluk orang yang gue sayang suatu hari nanti. Membayangkan kemesraan yang gak bakal gue lupakan seumur hidup gue. Eh, ternyata Allah maha baik. Sekarang gue memeluk istri gue, Desy yang pakai daster bercorak Chelsea FC yang walaupun gue berharap Desy memakai baju Manchester City. Soalnya Chelsea lagi bapuk musim ini.


Sudah pukul 7 pagi. Desy sudah sibuk di dapur membuat sarapan. Sebagai suami yang romantis gue memeluk tubuh dia dari belakang tiba-tiba. Yah, ia sempat kaget tapi Desy membiarkan gue menikahi wangi tubuhnya sembari fokus mengaduk masakannya.


"Sarapan apa beb?" tanya gue.


"Semur onta. Yah, kamu gak lihat aku masak nasi goreng." Desy agak tarik urat membalas pertanyaan gue.


"Ya sudah sih. Aku kan cuma basa-basi. Masih cemberut?" kepo gue.

Lihat selengkapnya