Gips tangan Desy sedang diganti yang baru oleh dokter yang menanganinya. Ada rasa nyeri sih begitu melihat tangan yang seharian lebih ditutup berwarna putih pucat dan sebuah benjolan sebagai tanda tulang tangannya masih belum kembali sejajar. Desah dan ringisan Desy kembali terdengar ditelinga gue.
"Yang sabar sayang, tahan." Gue sigap menenangi.
Dokternya demikian menenangkan Desy sekaligus memuji gue dan istri gue dengan kata-kata yang membuat Desy tersentuh. "Tuh, enaknya disemangati suami. Tangan kamu gak terlalu parah patahnya Bu Desy. Sering dicium suami bakalan hilang kok."
"Setiap hari saya juga dicium Pak Dokter. Kurang romantis apa suami saya." Desy menimpali.
Gue hanya tersenyum.
" Saran saya jangan lupakan atau ragukan kekuatan cinta seorang suami. Selain tulang punggung keluarga dia obat yang paling mujarab buat istrinya yang sedang sakit. Obat rumah sakit hanya pereda tapi kasih sayang suami itu penyembuh luka kita," jelasnya.
Desy mengangguk paham. "Iya Pak Dokter. Dia penyembuh luka saya dan saya yakin dia akan bantu menyembuhkan tangan saya juga karena dia lelaki baik yang berusaha tidak melupakan Tuhannya untuk meminta kesembuhan orang tersayang."
Lagi-lagi gue hanya tersenyum. Duh, merah pipi gue sampai sempat-sempatnya tangan dokter menepuk pundak gue disela pemasangan gips baru ke Desy hanya sekadar memuji. "Ih, romantis yah."
"Iya, terima kasih." Gue menjawab seadanya sedangkan Desy cekikikan kecil, meledek gue yang gak bisa balas pujiannya.
Desy rindu Caca. Ia begitu bahagia saat panggilan video dengannya melalui ponsel Oma. Ia ingin segera pulang, ia betul-betul ingin memeluk buah hati kesayangannya tapi Desy harus menerima keadaan sekarang.
"Tunggu Mama yah Ca. Mama segera pulang. Mama gak jauh kok. Maafin Mama harus pisah dengan Caca," tutur Desy sedih.
Caca anak yang pintar. Setelah menyimak semua ucapan Desy ia meresponnya dengan tertawa riang dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Apalagi saat ia bersuara "Ma,ma,ma,ma". Itu membuat kita sebagai orang tua begitu bersyukur atas apa yang Allah berikan dan titipkan.
Setelah lepas rindu dengan Caca siang-siang, Om Sony datang membawakan oleh-oleh dari Malang. Ia baru sempat jenguk Desy karena selesai urusan bisnisnya kemarin petang.
"Om, apa kabar." Desy menyambut antusias. "Duduk Om," sambung gue tak kalah senang.
Diserahkan oleh-oleh tersebut ke gue dan gue titipkan di atas lemari kecil samping ranjang Desy.
"Gimana Desy tangannya." Om Sony membuka obrolan.
"Mendingan Om, tapi aku belum boleh pulang. Makasih loh Om udah sempet dateng. Om kan sibuk banget," balas Desy.