Sarapan Desy pagi ini sangat berbeda dari hari-hari sebelumnya. Sebuah omelan terlontar dari mulut gue akibat kecerobohan Desy yang membuat gue dan Oma khawatir.
“Aduh, sakit Ay. Pelan-pelan benerin perbannya.”
Desy meringis kesakitan.
“Kamu gak ingat nasihat aku pas mau pulang dari rumah sakit?” tegur gue belum puas.
Desy mengangguk takut. “Iya, maaf,” lanjutnya lirih.
Begitu perban selesai diganti gue segera membereskan teko berisi air panas yang tumpah ke lantai. Gue takut Desy jatuh lagi karena terpleset. Oma sedang memandikan Caca. Ia juga tahu soal ini. Tak lupa gue juga membuatkan susu dan memanggang dua helai roti.
“Nih, makan,” kata gue.
Desy memakannya dengan lahap meski ekspresi wajahnya masih terlihat sedih dan penuh rasa bersalah.
“Aku minta maaf udah marahi kamu pagi-pagi sampai kedengaran Oma. Aku udah larang kamu kerja berat. Apalagi yang bahaya kaya masak air tadi. Untung tangan kamu hanya tertindih badan kamu saat jatuh, gak sampai kesiram. Lain kali jangan yah.” Gue menasehati lagi.
Desy mengangguk sambil terus minta maaf. “Maafin aku. Aku cuma mau buatin kamu sarapan. Kamu cape setiap hari pulang tengah malam lewat.”
“Gak apa-apa. Aku cape juga buat kamu, Caca dan keluarga kecil kita. Jangan khawatirkan aku. Aku berusaha mampu, kuat buat kamu,” kata gue serius sampai Desy perlahan menitihkan air mata. Yah, agak terlihat cengeng sih tapi ini bentuk dari kesalahannya pagi ini.
Oma datang membawa Caca yang sudah ia bersihkan. Terlihat cantik anak gue pagi ini. “Lihat anakmu, cantik kan,” puji Oma.
Desy sigap mengusap air matanya kemudian menutupi kesedihannya dengan senyuman gembira. “Ya Allah anak Mama. Mau ke mana nih rapi dan wangi banget. Pasti mau ketemu Mama yah?”
Caca tertawa girang. Gue mengambil Caca dari Oma. “Caca cantik banget udah kayak ratu Inggris.” Gue memuji sambil bercanda dengan Caca.
Oma berbicara dengan Desy soal kejadian yang menimpa dirinya. “Udah, jangan sedih. Kamu punya niat baik dan Renaldy memahami itu. Kalo mau apa-apa hubungi Oma. Siapa tahu bisa bantu. Walau sudah kepala 9 dan keriput tapi masih kuat soal angkat-mengangkat.”
“Enggak kok. Oma masih ABG. Terima kasih udah selalu kasih Desy perhatian,” balas Desy.
Ucapan Oma membuat Desy senang dan ia melanjutkan bermain dengan Caca.
Gue dan bini gue kedapatan tiga undangan sekaligus siang bolong ini. Pertama undangan pernikahan Tyo yang ternyata sudah dapat restu dari orang tua pacarnya minggu depan. Kedua kakak gue mau tunangan sama pacar bule Kanada hari sabtu dan terakhir, besok ada undangan dari kampus perihal kelanjutan kuliah.
Kita berdua berdiskusi soal kuliah apa mau lanjut atau berhenti. “Bagaimana Yank? Kalo keluar sih nanggung. Aku kan juga mau lihat kamu pakai toga.”
Desy terdiam sejenak.
“Asal kita selalu bersama aku mau lanjut, aku mau lulus bareng kamu. Kita foto berdua pakai baju toga sambil gendong Caca,” kata Desy bikin hati gue tersentuh.
“Aku janji akan buat kamu dan aku selalu sama-sama. Terima kasih sudah mempercayakan aku untuk mendampingimu,” balas gue gak kalah romantis.