Pukul 6 pagi gue sudah digerebek sama ibu mertua. Dia masuk kamar kami diam-diam dan menyaksikan gue dan Desy tidur berpelukan dalam keadaan tubuh tanpa pakaian. Untungnya hanya bagian atas saja yang nampak terlihat karena yang lainya tertutup selimut.
“Ibu!!” Desy membelalakkan matanya. Ia syok kemudian berusaha menutupi tubuhnya dengan baju lalu membangunkan gue dalam keadaan panik. Ibunya Desy memberi sambutan “selamat pagi” sambil tersenyum. Hal itu juga yang membuat gue sama syoknya dengan Desy.
Kami layaknya sepasang kekasih yang ketahuan habis mesum sepulang sekolah oleh orangtua. Padahal sebenarnya kita semua menanggapinya biasa saja. Yah, namanya habis bangun tidur banget langsung kaget begitu kehadiran orang penting dikeluarga kita. Ibarat lagi jalan terus ketiban koper berisi uang semiliar.
Gue sempatkan salim, mencium punggung tangannya yang bau bumbu masakan.Ada rasa kangen juga sih karena jarang ketemu.
“Ibu apa kabar?” tanya gue sopan. Sebenarnya agak gak sopan sih main masuk ruang privat suami-isteri. Tapi yah lagi-lagi dia orang penting.
“Baik, maaf mengganggu waktu mesra kalian. Kamu sehat nak Renaldi?” tanya ibunya Desy balik.
Gue mengangguk. “Alhamdulillah Bu. Ibu jarang ke rumah. Pasti sibuk banget yah Bu dirumah.”
“Gak kok Nak. Ibu sedang menikmati masa tua ibu dengan hobi memasak,” katanya. Pantas tangannya bau wangi bumbu dapur.
“Kok datang gak ngabarin dulu sih Bu. Aku kan sama suamiku bisa bangun pagi-pagi buat masakin sarapan buat Ibu. Kan gak enak kalo situasinya kayak begini,” Desy menggerutu. Gue sependapat dengannya tapi gak bersuara.
“Ibu udah masakin sarapan buat kalian dibantu Oma dan Caca. Kalian kenapa bisa bangun kesiangan. Tumben. Biasanya bangun jam 3 pagi. Oma cerita.” Tiba-tiba ibunya Desy tahu kebiasaan kita yang sebenarnya.
Desy menjelaskan. “Kita kecapean aja Bu. Renaldi pulang jam 1 pagi. Aku nungguin dia. Biasanya jam 12 pas suamiku udah sampai rumah dan tidur.”
Ibunya Desy memuji kerja keras gue. Dia menilai gue orang yang bersungguh-sungguh menjaga tanggung jawab keluarga. Gue membalas dengan tersenyum tak lupa diikuti ucapan terima kasih. Kemudian ia mengajak kami beranjak dari kamar untuk bersih-bersih diri lalu sarapan bersama.
Dalam suasana sarapan ibunya Desy sempat mengkhawatirkan keadaan tangan sang anak yang masih kondisi patah. Ia bertanya tentang kelanjutan pemeriksaan dari rumah sakit.
“Insya Allah aku sama Renaldi sore ini bakal ke sana. Udah jadwalnya juga. Ayang aku hari ini libur Bu. Iya kan?” Desy menyenggol manja.
“Iya Bu.” Gue menjawab singkat.
Oma juga turut ambil dalam pembahasan ini. “Oma yakin Desy pasti sembuh kok. Tulangnya juga masih muda, imunnya juga kuat. Oma aja yang udah tua renta ini bisa loh sembuh yah walaupun juga jangan kerja berat-berat banget. Tapi Tuhan maha baik. Oma masih kuat gendong cucu Oma yang kedua ini. Percayakan aja Des. Tuhan pasti akan menyembuhkanmu.”
Ucapannya membuat senyum Desy tumbuh mekar. Ia dapat imun kepercayaan diri dari menantu. Bukannya kita patuh bersyukur dapat support dari mantu? Orangtua kedua Desy. Begitu juga gue yang dapat support dari mertua.
“Makasih Oma. Desy maksimal itu.” Tawa kebahagiaan Desy tidak bisa ia sembunyikan.
Ibunya Desy ingin menemani sang anak. Gue sih tidak melarang dan Desy demikian. “Oma ikut yah? Ajak Caca juga?” Tiba-tiba Oma merembet ingin diajak.
“Yang jagain Caca siapa Oma? Dia kan gak boleh masuk kamar orang sakit?” tanya gue.
“Oma tunggu taman saja sama Caca. Kan masih bisa. Biar kamu sama Desy yang masuk rumah sakit. Benar kan Bu?” usul Oma, ibunya Desy langsung mengangguk setuju.
Tiba-tiba Desy memberikan ide yang cemerlang. “Gimana kalo kita ke Puncak aja habis dari rumah sakit. Bermalam disana kayaknya seru tuh. Paginya pulang. Ini kan hari senin. Puncak tidak padat kan?”
Giliran gue yang langsung mengangguk setuju. “Iya, Oma, Bu. Aku juga sempat janji sama Desy buat ngajak jalan-jalan ke daerah pegunungan. Kayaknya seru juga sih kalo jalan-jalan bareng.”
Usul terakhir kami berdua membuahkan hasil manis. Oma dan ibunya Desy setuju begitu Caca yang sangat senang dengan berjoget-joget. Seakan ia tahu apa yang sedang orang tuanya rencanakan. Setelah sarapan dan membakar waktu dengan mereka di ruang tamu, menjelang sore, persiapan untuk jalan-jalan dan ke rumah sakit langsung dikerjakan.