Gue menemani Desy menagih kontrakan pagi ini. Rasa penasaran akan perkataan Oma kemarin memposisikan diri sebagai pendamping setia. Gue hanya melihat bagaimana istri bekerja tanpa turut ambil sedikit pun. Gue tidak mau ikut campur pekerjaan orang. Ia melangkah dari satu pintu ke pintu. Ada yang membayarnya tunai ada yang hanya menunjukkan bukti transfer ke rekening khusus pembayaran kontrakan milik Oma.
Ada juga sih yang kepo banget kenapa gue ikut. “Mas nya macam bodyguard saja,” ucap salah satu penyewa.
“Dia penjaga dunia-akhirat saya Mbak. Dia setia sama saya sampai kiamat.” Desy membalas santai sambil menghitung uang dari penyewa. Gue hanya tersenyum dan penyewa itu sedikit kaget begitu dia tahu bahwa gue suaminya.
Desy terlihat semangat menjalani pekerjaan ini. Dia memegang kukuh amanah yang Oma titipkan. Buktinya ada satu pintu yang hari ini mau menunggak, Desy langsung bersikap tegas.
“Abang, saya kasih tahu yah. Selama masih saya yang menagih, jantung Abang tenang dan gak penuh tekanan. Tapi kalo Abang mengabaikan biaya kontrakan, mohon maaf. Pemilik yang langsung turun gunung. Pemilik udah jarang keliatan 5 bulan dan saya yang menggantikannya tapi kalo mau panggil pemilik bisa saja besok atau setelah pulang dari sini. Jangan harap hidup Abang tenang.” Desy geram dan mengancam.
Sebenarnya tidak perlu panggil Oma si penunggak ini sudah agak ketakutan melihat Desy menceramahinya. Istri gue masih belum puas dan menunjuk gue sebagai anggota polisi.
“Kalo Abang masih tidak takut. Ini di sebelah saya cucunya. Dia seorang polisi di Polda. Sekarang Abang diperhatikan khusus dan ditandai kalo menunggak. Sekarang mau bayar atau saya panggil pemilik kontrakan dan cucunya ini buat dibawa ke polisi?” lanjutnya.
Suasana semakin tegang. Beberapa tetangga hanya bisa menyaksikan Desy bersuara lantang.
“Oke. Saya bayar. Sabar, saya ambil uangnya.” Dia menyerah dan tak jadi menunggak. Desy lega dan kembali bersikap manis. Perubahan drastis yang sangat signifikan. Gue terkejut karena seperti melihat dua orang pada dirinya. Inilah sifat ajaib dari perempuan.
Penagihan selesai tapi ia masih sumpah serapah pada penyewa yang malas membayar. Gue sengaja biarkan soalnya ia begitu lucu dan sayang untuk dilewatkan saat sedang sebal dengan orang.
Desy menegur saat gue senyum-senyum sendiri. “Kenapa kamu Ay?” Sambil langkah beriringan menuju rumah gue menjawab diujung tawa. “Kamu mewarisi watak Oma kalo lagi nagih.”
“Galaknya,” putusnya sebelum gue menuntaskan cerita.
Gue mengangguk. “Gak hanya itu. Bikin orang takut juga. Kamu perhatikan kan betapa takutnya penunggak itu saat kamu nasihati. Tahu gak, aku perhatiin kakinya agak gemetaran gitu. Jangan-jangan ia ompol juga kali.”
Desy tertawa. Ia sangat penasaran bagaimana Oma dulu menagih kontrakan. “Oma pasti lebih keras daripada aku yah?”