I LOVE YOU 1+1

Nayla Dhiau Rasyidah
Chapter #10

Dia Paman Ren

Seperti air yang mengalir dengan tenang, ia hanya mengalir mengikuti arus yang telah ditentukan

~Bella Manda Oliver~

***

Warna langit berubah, gelap menjadi terang. Matahari bangkit dari ufuk timur, memecah gelap malam yang berganti fajar, suara ayam berkokok merdu membangkitkan semangat baru, suara-suara burung berkicauan mengisi awal pagi.

Pagi yang cerah.

Udara pagi menghembuskan nafasnya, supaya makhluk-makhluk bumi terbangun dari tidurnya. Suara adzan shubuh berkumandang merdu, bersamaan dengan bangunnya seorang gadis SMA mengambil air wudhu. Ia menggelar sajadah, memakai mukena berwarna abu muda lalu menggumamkan kata suci, 

"Allahu akbar..."

Dalam keadaan bersujud, Bella menangis.

Bella sadar, ia belum menjadi gadis yang baik, aurat saja masih terbuka, padahal itu adalah suatu kewajiban seorang wanita muslimah. Bella belum siap, karena akhlak pun, belum sempurna.  Bella sebenarnya sangat ingin menggunakan hijab, hijab yang membuatnya merasa lebih nyaman karena terhindar dari tatapan-tatapan lapar para lelaki yang memandang fisiknya.

Namun ia urungkan, karena ia malu. Bukan! Bukan malu memakai hijab! Akan tetapi, Bella malu apabila ia berhijab dengan akhlak yang buruk. Biarlah semuanya mengalir dengan sendirinya. Tenang.

Seperti air yang mengalir dengan tenang, hanya mengalir mengikuti arus yang telah ditentukan.

***

Mereka terengah-engah sambil mengusap peluh didahi. Namun, gerbang sekolah ditutup.

Terlambat. Mampus!! deuh!! 

Bella berjalan mondar mandir di depan gerbang, lalu mencoba membuka gerbang dengan susah payah, namun tiada hasil menguntungkan! Gerbangnya benar-benar telah dikunci! Reina mengeluh, karena belum terbiasa terlambat masuk.

Bella berkacak pinggang lelah, tangannya ia kibas-kibaskan pegal. Jari-jarinya memerah karena mencoba untuk membuka gerbang yang jelas-jelas dikunci! Akhirnya dengan perasaan terpaksa mereka memilih untuk berjongkok karena pegal menunggu.

Menunggu? Oh jelas! Mereka menunggu kehadiran seseorang yang berbaik hati ingin membukakan gerbang secara cuma-cuma. Mengapa? Karena satpam yang mempunyai kewajiban dan tugas untuk menjaga ataupun membuka menutup gerbang tidak menampakkan batang hidungnya walau sebentar.

0ne years later...

Eh? gak deng, one hour later...

Eh-eh! Kelamaan ya? one minute later...

"Woi! Cesong! Lo telat?" 

Bella menoleh, kemudian berdecak sebal. Dia lagi... dia lagi.. mau apa sih gangguin hidup orang mulu? Gaada kerjaan apa?

"Gak telat, cuman jam nya aja kecepetan.."

"Eh! Dimana-mana juga jam gak ada yang kecepetan lo aja yang jalannya menye-menye gitu, lelet." Alan mengangkat tangan kanannya,

dan melambaikan tangan sambil tersenyum mengejek. Bella melotot,

"Bentar! Jangan tinggalin kita! Bukain dulu gerbangnya! Woi! Bentar!........Jangan tinggalin--"

"Iya iya bawel! Tapi ada syaratnya," ujar Alan, Bella mendongak. "Apaan?"

"Lo, harus bawain batu bata yang ada di belakang sekolah. Semuanya, tanpa terkecuali! Gimana?" Alan mendekatkan diri dengan tatapan menantang. Mulut Bella menganga, hah?!

"Enak aja lo! mana mungkin gue mau!" Hardik Bella tidak terima.

"Oh, Ya udah sih terserah lo, gue gak bakal bantuin lo buat bukain gerbang ini. Atau... hm, apa perlu gue bilangin ke guru kalo lo sama Reina telat?" Alan tersenyum, senyuman yang sangat berbeda, senyum licik.

Bella dan Reina kelimpungan, "Jangan gitu dong! Bukain aja napa? Susah banget gitu? Cemen lo!" 

"Lo sama Reina salah, ngapain pake telat-telat segala? gimana? mau gak nih dibukain gerbangnya? Tidak memungut biaya apapun kok, gratis." rayu Alan, Bella berfikir,

"Ehm--"

"Gimana? Deal?" Alan mengulurkan tangan. 

"Gak!" Tolak Bella sambil membentak, Alan tersenyum lalu berlalu meninggalkan Bella dan Reina dalam keadaan bersungut-sungut.

***

"Bella, gimana dong?"

"Gak tahu, si Alan songong amet sih! Pelit tenaga.." sungut Bella.

Lihat selengkapnya