I Love You Beyond the Word

Rajasa Buana
Chapter #3

Bab 3 Kedekatan yang tumbuh

Cinta tidak selalu datang dengan gempita. Kadang, ia hadir diam-diam—dalam tawa kecil yang tak disengaja, dalam diam yang terasa nyaman, dalam tatapan yang tak bisa dijelaskan. Dan saat kamu mulai sadar... semuanya sudah tumbuh terlalu dalam untuk dihentikan.

Hari-hari bergulir seperti daun-daun jatuh di taman senja—diam, perlahan, namun pasti menuju perubahan.

Dan tanpa sadar, kedekatan antara Aleksandra dan Erik tumbuh seperti rumput liar: tak diundang, tak direncanakan, tapi tak bisa dihentikan.

Percakapan mereka tak pernah dibuat-buat. Tawa mengalir begitu saja, seolah semesta memang menyimpan ruang khusus untuk dua orang ini—dua jiwa yang seolah pernah saling mengenal sebelum hidup ini dimulai.

Erik mulai merasa bahwa bersama Aleksandra adalah momen ketika waktu lupa cara berdetak. Ia tidak harus menjadi versi sempurna dari dirinya, cukup hadir, cukup diam, dan semuanya tetap terasa utuh.

Sementara itu, Maria, yang selama ini begitu yakin bahwa ia tahu segala tentang Erik, mulai merasa sesuatu yang tak bisa dijelaskan. Ia percaya—sungguh percaya—bahwa cinta mereka cukup kokoh untuk menahan angin. Tapi kadang, badai datang bukan karena cinta itu lemah, melainkan karena hatimu diam-diam tahu: ada sesuatu yang mulai berubah.

Maria tahu betul siapa Erik—bukan tipe pria yang mudah jatuh hanya karena senyum atau godaan. Tapi perasaan bukan soal siapa yang pantas atau seberapa lama kamu bertahan. Terkadang, hati memilih hal yang tak kamu duga… dan tak kamu harapkan.

Suatu sore yang tenang, Erik dan Aleksandra kembali bertemu di taman. Tempat yang kini terasa seperti ruang rahasia yang hanya mereka yang tahu artinya.

“Aku rasa, bahkan tanpa kata pun... kita sama-sama tahu, ada sesuatu yang tumbuh di antara kita, ya?” ucap Aleksandra, sambil menatap langit dengan mata yang menyimpan banyak hal.

Erik menatapnya, lama. “Ya… rasanya seperti kamu itu orang asing yang justru terasa paling akrab.”

Aleksandra tertawa kecil. “Kamu terlalu puitis, Rik.”

“Tapi kamu suka kan?” Erik menyenggol pelan bahunya.

“Mungkin…” jawab Aleksandra, menggigit bibir pelan. “Tapi yang jelas, perasaan ini gak bisa aku pura-purain.”

“Pura-pura nggak suka aku maksudnya?” goda Erik.

Aleksandra melirik tajam, lalu tersenyum. “Narsis. Tapi... iya, termasuk itu.”

Mereka sama-sama tertawa. Bukan tawa lebar, tapi cukup untuk membuat udara di antara mereka jadi hangat.

Lihat selengkapnya