Bali bukan sekadar tempat liburan. Ia adalah tanah di mana waktu melambat, dan perasaan yang semula hanya bisik perlahan menjadi gema. Di pulau ini, cinta yang malu-malu pun belajar bicara. Di antara matahari, ombak, dan jalanan sempit penuh kenangan, Erik dan Aleksandra menemukan bahwa terkadang, perjalanan paling jauh bukan menuju tempat, tapi menuju hati satu sama lain.
---
Rencana Studi Banding
Ruangan kecil di kampus mulai ramai ketika pengumuman mengenai studi banding ke Bali ditempel di papan pengumuman. Erik yang dipercaya menjadi ketua kegiatan itu sibuk mempersiapkan segalanya. Dari rapat koordinasi hingga pembagian tugas, ia hampir tidak punya waktu untuk dirinya sendiri.
Suatu sore, selepas rapat, Aleksandra muncul di ambang pintu ruang panitia. Ia bersandar santai sambil memperhatikan Erik yang sedang membereskan berkas. Di tangannya ada dua botol minuman dingin, dan salah satunya ia letakkan di depan Erik dengan senyum kecil.
"Minum dulu, Ketua. Muka kamu udah kayak spreadsheet, penuh angka dan stres."
Erik tersenyum lelah, membuka botol itu dan berkata, "Thanks. Kamu datang karena kangen aku atau mau ngasih es batu?"
"Aku datang karena dua-duanya," jawab Aleksandra ringan.
Setelah beberapa detik diam, Aleksandra kembali berkata, "Aku boleh ikut ke Bali, nggak?"
Erik langsung mengangkat alis, "Hah? Serius kamu mau ikut? Kamu? Ke Bali? Panas, naik bus, duduk sempit, belum tentu AC-nya dingin, belum lagi nyasar ke penginapan yang shower-nya suka ngambek. Kamu yakin, Lex?"
Aleksandra berjalan mendekat dan duduk di meja seberang Erik. "Kalau sama kamu, panas pun jadi adem. Nyasar bareng kamu malah aku seneng bisa berduaan sama kamu."
Erik menatap Aleksandra dengan sedikit geli. "Kamu biasanya duduk manis di mobil dengan AC dan playlist jazz. Sekarang mau jalan rame-rame naik bus bareng anak-anak yang hobi dangdutan sepanjang jalan?"
Aleksandra mengangguk pelan, matanya serius. "Aku pengen ngerasain dunia kamu, Rik. Dunia yang nggak semua orang tahu, tapi aku pengen tahu. Aku pengen ada di tiap bab kecil hidup kamu. Dan... entah kenapa, makin lama aku deket kamu, perasaan ini makin susah dijelasin."
Erik hanya tertunduk, tersenyum kecil. "Ya udah... Tapi jangan nyesel ya kalau nanti kamu tidur sekasur sama anak-anak yang ngoroknya kayak truk mogok."
"Kalau bisa sekasur sama kamu, aku malah nggak akan nyesel," bisik Aleksandra pelan.
Erik langsung terbatuk kecil, salah tingkah. Aleksandra tertawa kecil, menggoda. "Tenang aja... aku bawa parfum. Kalau bajumu bau matahari, tinggal aku peluk. Biar baunya ketutup wangi aku."
---
Pagi di Bali
Aleksandra terbangun lebih awal dari biasanya di hari pertama mereka di Bali. Ia berdiri di balkon kamarnya, memandang matahari terbit yang menyinari pulau itu dengan keindahan yang menenangkan. Namun, pikirannya tidak tertuju pada pemandangan itu. Ia memikirkan Erik.
Setelah menyelesaikan sarapan cepatnya, Aleksandra berjalan ke kamar Erik. Ia membawa sebungkus nasi jinggo hangat yang ia beli dari warung kecil dekat hotel. Ia mengetuk pintu kamar Erik. Tidak ada jawaban. Dengan pelan ia membuka pintu.
Erik masih terlelap, wajahnya terlihat damai. "Erik, bangun," bisik Aleksandra sambil menyentuh bahunya.
Erik mengerjap pelan dan tersenyum saat melihat siapa yang membangunkannya. "Aleksandra? Kamu cantik banget, Lex... Kamu nggak tidur?"
"Aku tidur kok, cuma bangun lebih awal. Aku bawain sarapan buat kamu."
"Ehh... kata kamu aku cantik ya?" Tanya Aleksandra dengan nada menggoda.
"Iya lah, Lex. Emang kenapa?"
"Enggak... seneng aja kamu bilang gitu," jawab Aleksandra sambil tersenyum manis.
"Makasih ya, udah mau ikut ke Bali dan nemenin aku."
Aleksandra membalas dengan pipi yang sedikit memerah. "Sama-sama, sayang."
---
Perjalanan
Saat sebagian besar mahasiswa memilih menghabiskan waktu di pantai atau belanja oleh-oleh, Aleksandra memilih ikut Erik ke kantor mitra yang menjadi salah satu tujuan kunjungan mereka.
"Aku serius mau ikut," kata Aleksandra ketika Erik mencoba membujuknya untuk menikmati pantai.
"Tapi ini kegiatan formal, Alek. Kamu pasti bosan."
"Aku ke Bali bukan buat piknik, aku ke Bali buat menikmati setiap momen bareng kamu."
---
Membonceng Cinta
Hari itu, matahari bersinar hangat. Erik mengeluarkan motor sewaan dari tempat parkir hotel. Yang tidak biasa adalah penumpang di belakangnya: Aleksandra.
"Yakin kamu nggak apa-apa naik motor?" tanya Erik, ragu.
"Asik kok, apalagi motor-motoran sama kamu. Kayaknya seru deh."
Saat motor melaju, angin pantai menerpa wajah mereka. Aleksandra memeluk Erik dari belakang, tangannya melingkar erat di pinggangnya.
"Dingin sedikit, tapi aku suka," ucapnya, bersandar pelan di bahu Erik. Erik hanya bisa menelan ludah. Detak jantungnya seolah terdengar di telinga.
---
Makan Siang di Pinggir Jalan