I Love You Beyond the Word

Rajasa Buana
Chapter #7

Bab 7 Cinta dalam Perhatian


Cinta tak selalu datang dengan pelukan dan kata-kata manis. Kadang, ia menyusup lewat pintu yang tak terkunci, membawa bubur hangat dan teh di pagi hari. Kadang, ia diam-diam melipat selimut dan membuka jendela agar udara segar bisa masuk. Dan kadang, cinta hadir dalam bentuk paling sederhana—perhatian yang tak pernah diminta, tapi selalu ada. Seperti Aleksandra, yang tidak pernah bertanya apakah ia dicintai… karena ia memilih untuk mencintai lebih dulu.

------

1. Perjalanan Mencari Erik

Sejak pulang dari Bali, ada yang menggantung di benak Aleksandra. Bukan sekadar rindu, tapi rasa tidak tenang yang menghantui. Terakhir kali ia melihat Erik, laki-laki itu tampak lemah di dalam bus, wajahnya pucat, napasnya pendek. Setelah itu—hilang.

Ia sudah beberapa kali mendatangi kost Erik. Tapi selalu kosong. Tak ada suara, tak ada cahaya dari balik jendela. Beberapa tetangga kost bilang Erik sedang sakit, ada yang bilang mungkin pulang ke rumah, tapi semua serba samar. Yang pasti, Erik tak membalas chat, apalagi telepon.

Aleksandra mulai frustrasi. Ia duduk berjam-jam di depan kost itu, menunggu, berharap. Sampai akhirnya, hari itu, saat matahari mulai turun ke barat, suara kunci terdengar dari balik pintu. Dan di sana, berdiri Erik—masih pucat, tapi berdiri di hadapannya.

“Alek?” suara Erik pelan, seperti baru bangun dari tidur panjang. “Kamu dari mana?”

Aleksandra langsung berdiri. Matanya memerah. Ia menatap Erik dalam-dalam. “Bukan aku yang dari mana. Kamu yang ke mana, Erik. Aku ke sini hampir tiap hari, tahu nggak?”

Erik terdiam, menunduk sedikit. “Aku… cuma istirahat aja.”

“Di mana? Di Mars? Di gua?” sindir Aleksandra, tapi suaranya gemetar karena lega.

Erik menelan ludah. Ia tak ingin berbohong, tapi juga tak ingin menyakiti Aleksandra dengan kejujuran utuh. Ia memang sempat dirawat oleh Maria. Bukan karena ia ingin—tapi karena ia tidak tahu harus ke mana, dan Maria bagaimanapun adalah kekasih Erik.

Tapi Erik hanya berkata, “Di rumah... temen lama.”

Aleksandra menatap Erik lama, seolah membaca seluruh isi wajahnya.

“Oh,” jawabnya singkat. Tapi matanya berkedip pelan. Ia mengerti. Lebih dari yang Erik tahu.

Namun, ia menghela napas dan tersenyum kecil. “Sekarang kamu udah balik ke kost. Itu lebih penting.”

Erik ingin menjelaskan, tapi Aleksandra menepuk dadanya pelan. “Gak usah ngomong. Aku gak nanya lebih. Aku cuma pengen kamu sembuh.”

Lalu ia masuk ke kamar Erik tanpa diundang. Meletakkan bungkusan bubur ayam yang ia bawa. Merapikan bantal. Membuka jendela kamar.

Erik hanya bisa berdiri mematung. Ia tahu... Aleksandra tahu. Tapi ia juga tahu, gadis itu terlalu sayang untuk membuat luka jadi debat.

---

2. Aleksandra Mulai Merawat Erik

Hari-hari berikutnya menjadi semacam ritus kasih sayang yang hening tapi dalam. Setiap pagi, Aleksandra muncul di depan kost Erik, membawa sarapan dan segelas madu hangat. Ia mengecek suhu tubuh Erik, memaksanya minum obat, dan memastikan bajunya bersih dan kering.

Suatu pagi, Erik baru saja selesai menghabiskan roti yang dibawa Aleksandra. Ia duduk bersandar di kursi kayu usang dekat jendela, sementara Aleksandra sibuk di dapur kecil kost itu, mencuci piring dan membersihkan teko.

Erik menatapnya diam-diam, lalu berkata, “Alek, kamu nggak capek ya? Setiap hari ke sini, ngurusin aku, masak, bersihin kamar…”

Aleksandra menoleh tanpa berhenti menggosok piring. “Capek sih enggak. Tapi kalau kamu terus ngomong gitu tiap hari, bisa jadi aku capek juga,” katanya dengan nada bercanda.

Erik tersenyum kecil. “Serius, Alek. Kamu punya kesibukan sendiri, tugas, teman-teman. Ngapain repot-repot datang ke tempat anak kosan nggak jelas kayak aku?”

Aleksandra berhenti sejenak, lalu menoleh sambil mengelap tangannya dengan lap. “Erik… mana ada repot. Daripada kamu ngilang lagi, gak bisa dihubungi, bikin aku kayak orang hilang arah... mendingan aku repot. Serius.”

Erik tertawa pendek, tapi kemudian menghela napas. “Ya terserah kamu lah, Lek. Tapi jujur... aku seneng kamu ada di sini. Tapi juga ngerasa bersalah.”

“Bersalah kenapa?” tanya Aleksandra sambil duduk di pinggir kasur.

“Karena kamu kayak... terlalu baik. Dan aku gak yakin aku bisa ngasih apa pun sebagai balasan.”

Aleksandra mengerutkan dahi, lalu menyenggol lengan Erik. “Aku tuh datang bukan buat ditukar sama apa-apa, Rik. Gak semua hal di dunia ini butuh balasan. Kadang, cukup tahu kamu masih hidup dan bisa makan pagi aja itu udah cukup buat aku.”

Erik menatapnya lekat. “Kamu tuh kenapa sih bisa setulus ini sama aku?”

Aleksandra menghela napas pelan, menunduk sebentar lalu kembali menatap Erik. “Mungkin karena kamu gak pernah minta. Dan karena kamu gak tahu... betapa berharganya kamu di mataku.”

Erik memalingkan wajah, menyembunyikan senyumnya yang mulai terbentuk.

Lihat selengkapnya