Empat tahun bukan waktu singkat, tapi luka yang dalam tak selalu sembuh seiring kalender berganti. Ada kenangan yang tak tumbuh menjadi dendam, tapi juga tak bisa berubah jadi biasa. Ia tinggal diam—seperti bayangan di balik cahaya lampu senja—tidak terlihat jelas, tapi juga tak pernah hilang sepenuhnya. Dan hari itu… luka lama akhirnya berdiri kembali, hanya untuk menyapa, bukan untuk tinggal.
---
Empat Tahun Kemudian
Waktu memang terus berjalan. Musim berganti, luka-luka lama perlahan disembunyikan di bawah rutinitas dan tawa yang terdengar setiap pagi. Tapi bagi Erik, ada sesuatu yang tak pernah benar-benar pergi — seperti bayangan samar yang diam-diam tinggal di balik lembar kenangan.
Kini, Erik dan Maria telah membangun kehidupan bersama. Rumah kecil di pinggiran kota itu berdiri sederhana, namun hangat. Sebuah rumah hasil dari kerja keras mereka selama empat tahun terakhir — Erik dengan bisnis kecil di bidang desain interior, dan Maria dengan kesabaran serta cinta yang tak pernah surut.
Maria tak pernah bertanya banyak soal masa lalu. Ia tahu, ada satu nama yang tak pernah disebut, tapi tak pernah benar-benar hilang dari hati Erik.
Hari Bahagia dan Bayangan Biru
Hari itu adalah hari pernikahan Erik dan Maria. Sebuah acara sederhana, di taman mungil yang penuh bunga putih dan lampu gantung kecil. Musik akustik lembut mengiringi janji mereka — janji tentang kehidupan yang akan mereka jalani bersama.
Erik mengenakan jas biru abu-abu, dengan rambut sedikit disisir ke samping. Maria tampil anggun dalam gaun putih yang tidak terlalu mewah, tetapi memancarkan ketulusan.
Namun, yang mereka tak tahu, di balik pohon besar di ujung taman... seseorang berdiri dalam diam.
Aleksandra. Dengan gaun biru lembut dan sepatu datar, ia berdiri tenang namun rapuh. Rambutnya disanggul sederhana, wajahnya datar... namun matanya menyimpan kilau air yang tak sanggup ditahan.
Ia tidak datang untuk mengganggu. Tidak datang untuk menagih. Ia hanya ingin melihat—untuk terakhir kalinya—pria yang pernah ia cintai sepenuh hati, dan yang masih dicintai diam-diam hingga hari ini.
Saat Erik menggenggam tangan Maria, dan keduanya saling mengucap sumpah, tangan Alex mengeratkan syal kecil berwarna biru langit di genggamannya. Syal yang dulu pernah diberikan Erik saat mereka di Jakarta, ketika udara malam membuat tubuh Alex menggigil.
Alex tahu, kenangan itu kini bukan miliknya lagi. Tapi ia datang bukan untuk mengambil. Ia datang... untuk benar-benar melepaskan.
Kilas Balik yang Menyayat
Suara tawa, musik, dan ucapan selamat mengalun di taman. Tapi di hati Alex, yang terdengar hanya fragmen-fragmen kenangan.
Erik yang tertawa di balkon, Erik yang diam-diam menatapnya dari balik pintu kost, Erik yang menggenggam tangannya saat mereka naik perahu kecil di Jakarta... dan Erik yang selalu ia doakan setiap malam, meski ia tahu Erik tidak pernah tahu.
"Maaf ya, aku nggak cukup berani waktu itu," bisik Alex sambil menatap Erik dari kejauhan. "Tapi aku tetap sayang."