I Love You Beyond the Word

Rajasa Buana
Chapter #11

Bab 11: Jejak Cinta yang Berlapis



> Cinta yang dewasa tak selalu berarti tanpa luka. Kadang ia tumbuh justru dari luka-luka kecil yang tak diucapkan, dari kesabaran yang tak pernah dipertontonkan, dan dari kerelaan untuk tetap tinggal… meski hati tahu: ia tidak pernah jadi satu-satunya.


----


Kehidupan Erik dan Maria tampak seperti perjalanan pasangan sempurna. Mereka berbagi visi, saling mendukung dalam membangun usaha yang kini tumbuh menjadi impian banyak orang. Maria adalah pelabuhan tenang bagi Erik, seorang partner sejati yang selalu ada untuk mendukungnya—baik dalam suka maupun duka. Meski demikian, ada keheningan yang melingkupi hubungan mereka, keheningan yang membawa jejak masa lalu Erik, yang tanpa sadar terus menghantui ruang hati mereka.


Pagi Hangat di Balkon


Matahari pagi mengintip di balik jendela kamar mereka. Maria, dengan rambut yang masih tergerai, menuangkan kopi ke cangkir Erik. Di balkon kecil itu, mereka duduk berdua, menikmati pagi yang hangat.


“Erik,” Maria memulai, suaranya lembut, seperti embusan angin pagi. “Pernahkah kamu berpikir bahwa... mungkin di luar sana ada jiwa lain yang mencintaimu lebih dari aku?”


Erik tertegun. Cangkir kopinya menggantung di udara. Kalimat itu, begitu sederhana namun terasa seperti petir yang menghantam dadanya.


“Maria... kenapa kamu bicara seperti itu?” Erik bertanya, suaranya parau.


Maria tersenyum kecil, meskipun ada kesedihan di sudut matanya. “Karena aku tahu. Terkadang, saat kamu tertidur, kamu memanggil namanya.”


Erik terpaku. Sudah bertahun-tahun berlalu sejak Alex pergi, namun bayangannya tetap tinggal di sudut hati Erik, seperti debu yang tidak bisa disapu bersih.


Momen Kejujuran


Maria meletakkan tangannya di atas tangan Erik, menggenggam jemarinya yang hangat dengan kelembutan. Mereka duduk berdua di balkon rumah kecil itu, di bawah langit sore yang mulai memerah.


“Pah…” bisik Maria pelan.


“Hm?” sahut Erik, menoleh sambil mengelus punggung tangan istrinya.


Maria menatap mata suaminya dalam-dalam. “Mam tahu kamu masih sayang sama dia. Mam ngerti… dan mam gak marah.”


Erik terdiam. Angin sore bertiup pelan, membawa aroma kopi dan udara yang basah oleh embun sore.


“Tapi Mam cuma ingin kamu tahu…” lanjut Maria, suaranya bergetar, “kalau Mam juga manusia. Kadang mam cemburu, kadang Mam takut. Takut kehilangan kamu... meskipun kamu di sebelah Mam setiap hari.”


Erik menghela napas pelan. Ia mengangkat tangan Maria, mengecupnya lembut.


“Kamu itu… bagaimana pun juga, cinta pertamaku, Mam.”


Maria menatap Erik dengan tatapan terkejut.

Lihat selengkapnya