Suatu hari ketika pergi ke sebuah toko boneka, jantungku berdetak kencang dan mulutku ternganga ketika pandanganku jatuh pada sebuah boneka anjing berwarna cokelat di rak etalase.
Mataku spontan berbinar bagai bintang malam. Bulu keriting yang lembut, pita pink yang menghias kepalanya, serta mata bulat mengilapnya membuat boneka itu tampak sangat imut dan menggemaskan. Tanpa ragu aku berlari menghampiri Mama sambil menunjuk ke arah boneka itu berada. "Boneka anjingnya lucu deh! Boleh beli nggak, Ma?" pintaku berharap.
Namun mamaku tidak pernah semudah itu memanjakan anaknya. Dia menjawab dengan kedua mata memicing, "Ngapain beli boneka lagi? Boneka Kia kan sudah ada banyak. Satu lemari penuh."
Bayangan akan lemari boneka yang terisi sesak segera terbesit di pikiranku. Benar kata Mama, memang sudah terlalu banyak mainan di rumah kami. Namun aku belum kunjung menyerah. "Tapi Kia suka banget sama yang ini, Ma! Beneran!"
Percuma merajuk, karena Mama tidak kunjung menuruti kemauanku. Akhirnya aku putuskan untuk melupakan boneka itu dan pulang ke rumah dengan hati remuk.
Beberapa minggu kemudian, tibalah acara perayaan tahun baru di sekolah. Waktu itu semua siswa harus hadir untuk tampil di atas panggung. Aku diminta mempersiapkan pakaian dan riasan dari rumah. Namun riasannya luar biasa menor, sampai aku menolak untuk berangkat ke sekolah saking malunya. Ini akibat tante pemilik salon yang pada dasarnya memang senang dengan gaya riasan menor, ditambah lagi Mama memintanya untuk mendadaniku dengan tebal. "Kiara cantik kok! Jangan malu, percaya deh sama Tante!" ucapnya untuk meyakinkanku. Tapi mana bisa aku percaya ucapan klisenya itu? Mukaku sudah seperti ibu antagonis di sinetron televisi yang alisnya rimbun menukik tajam dengan bibir merah menyala!
Pertunjukan yang kelasku tampilkan adalah tarian tradisional, oleh sebab itu kami diharuskan mengenakan kebaya. Semua orang tua murid menonton pertunjukan kami. Sayangnya hari itu Mama tidak bisa hadir karena adanya pekerjaan. Begitu melihat penampilanku, guru-guru langsung melayangkan pujian, “Cantik sekali, Kia! Gemas lihatnya!”. Berbeda dengan reaksi beberapa teman laki-laki yang meledek, “Kayak Mbok Jamu!” dan menertawakanku. Perasaanku campur aduk, tapi aku berusaha tidak menghiraukan ujaran nakal teman-temanku itu dan memilih tampil dengan percaya diri.
Setelah acara pentas seni rampung, semua anak diminta berkumpul di aula. Ternyata kami diberi kejutan dengan mendapatkan hadiah! Kepala sekolah menjelaskan bahwa semua hadiah itu adalah pemberian para orang tua murid. Mereka sengaja tidak memberitahu kami sebagai kejutan.
Ketika membuka kado yang kuterima, aku sungguh terkejut sampai hampir memekik. Isinya adalah boneka anjing yang kutaksir di toko mainan! Ternyata Mama ingat bahwa aku sangat menyukainya dan diam-diam membelikannya untukku. Fakta itu membuatku terharu. Kuhabiskan seharian itu dengan memamerkannya kepada semua orang. Begitu Mama pulang pada malam hari, aku langsung berlari memeluknya sebagai sambutan.