Suara alarm yang cukup keras dari ponsel membuatku terjaga. Ada yang janggal. Tubuhku terasa hangat. Ketika bangkit dan menyentuh kain tebal, aku baru sadar bahwa rasa hangat itu efek dari selimut yang membungkus tubuhku.
Selimut? Seingatku, setelah keluar dari kamar, aku pergi ke ruang tamu. Mengerjakan berkas-berkas kantor hingga ketiduran. Apa jangan-jangan gadis itu? Ah, sudahlah. Pasti dia yang melakukannya. Aku tersenyum tipis. Di balik sikapnya yang menyebalkan, ternyata dia baik juga.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Aku harus ke kantor. Pagi ini ada rapat dengan dewan direksi. Aku bergegas ke kamar mandi. Setelah mandi, aku menuju ke kamar untuk mengambil pakaianku.
Aku mengetuk pintu.
"Cewek stres, sudah bangun belum? Aku mau masuk."
Sepi.
Aku mengetuk pintu sekali lagi. Tetap tidak ada suara yang menyahut. Apa gadis itu masih tidur?
Aku mengetuk sekali lagi. Jika tidak ada jawaban, aku langsung masuk. Menunggu. Masih tidak ada jawaban dari gadis itu. Ah, ini kan kamarku, mengapa harus minta izin segala?
Aku menekan handle pintu, lalu mendorongnya. Dugaanku benar. Gadis itu masih tidur. Syukurlah. Aku tidak akan mengganggunya. Kalau dia terbangun, malah membuatku kesal. Aku hanya ingin mengambil pakaian, lalu berangkat ke kantor.
***
Setelah berganti pakaian di kamar sebelah, aku kembali ke kamarku untuk memeriksa keadaan gadis itu. Masih tidur. Aku mendekatinya dan membawakan selimut yang tadi kupakai, lalu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya kepadaku semalam.
Aku baru sadar kalau wajah gadis itu pucat. Kutempelkan punggung tangan pada keningnya. Astaga, dia demam. Bagaimana ini? Walapun dia sudah membuatku kesal, tetap saja aku tidak mungkin meninggalkannya dalan kondisi sakit.
Detik itu, aku menghubungi sekretarisku untuk memintanya membatalkan rapat pagi ini dan menunda semua agenda lain. Hari ini aku tidak jadi masuk kantor.
Sembari menunggu gadis ini bangun, aku membuat bubur sumsum untuknya.
"Cewek stres, ayo bangun. Ini aku buatkan bubur. Makan dulu."
Gadis itu terbangun. Aku membantunya bersandar ke dinding. Dia menatapku. Aku mengalihkan pandangan dengan pura-pura mengaduk bubur. Entah mengapa aku merasa canggung saat bersitatap dengannya. Telah terjadi sesuatu dengan diriku. Ah, mengapa aku menjadi salah tingkah?
Sandi, kamu harus tenang. Kendalikan dirimu. Oke. Jangan terlihat gugup di hadapan gadis ini.
Sesekali aku mencuri pandang. Sial. Dia terus menatapku. Kualihkan perhatian dengan mengaduk kembali buburnya. Aku mengambil satu sendok kemudian meniup-niup bubur supaya cepat dingin. Ini salah satu cara untuk mengendalikan diriku yang sudah mengeluarkan keringat dingin.