I Love You, Marsya

Ikhsan Ardiansyah
Chapter #14

Menikah

Waktu berlalu. Aku dan Marsya semakin tak bisa dipisahkan, semakin saling memahami satu sama lain, termasuk kebiasaanku mengonsumsi narkoba pun tidak dia permasalahkan. Katanya karena aku mengonsumsi narkoba sekadar untuk bersenang-senang, tidak pernah berbuat onar. Justru ketika sedang on, pikiranku semakin jalan dan aku semakin telaten juga perhatian. Aku tak tahu justru narkoba inilah yang pada akhirnya nanti membuat hidupku kembali terpuruk.

Pada hari yang telah ditetapkan, kami pun memutuskan untuk menikah. Pernikahan yang benar-benar sangat dipaksakan. Bahkan, Marsya sampai rela berbohong sudah tidak memiliki keluarga agar dapat menikah. Karena kalau mereka tahu Marsya masih memiliki orang tua, pasti kami tidak dapat menikah karena harus ada wali dari pihak keluarga. Entahlah, saat itu aku tak berpikir jauh. Yang penting aku dan Marsya bisa menikah.  

Pernikahan kami berlangsung sangat sederhana. Hanya dihadiri Ketua RT sebagai wali dan beberapa tetangga sebagai saksi pernikahan kami. Meskipun begitu aku sangat bahagia karena kini kami terikat kuat dalam ikatakan yang sakral. 

Bukannya tidak direstui, melainkan kami memang merahasiakan pernikahan ini dari mereka. Marsya belum siap bertemu dengan kedua orang tuanya setelah apa yang sudah dia lakukan. Sementara itu, aku belum mendapatkan restu dari orang tua karena Papa sudah meninggal, sedangkan hubunganku dengan Mama juga tidak baik.

Menikahi orang yang kusayangi membuat hari-hariku dipenuhi dengan kebahagiaan. Sungguh, ini pengalaman hidup yang tak mungkin dapat terulang. Aku yang dulunya berbaur dengan kehidupan yang menyimpang, kini dapat menjalani kehidupan normal sesuai dengan kodrat yang sudah digariskan oleh Tuhan, Sang Maha Pencipta. 

Pernikahanku dengan Marsya sudah berjalan hampir satu bulan. Setelah menjadi suami Marsya, kini aku memiliki tanggung jawab yang besar dalam membina rumah tangga. Pernikahan bukanlah akhir dari sebuah cerita, melainkan merupakan babak baru dalam menjalani hidup ke depannya.

Kami berdua tinggal di sebuah rumah kontrakan yang terletak tepat di pinggir jalan raya. Meski rumahnya kecil, tapi nyaman untuk ditinggali. Sayangnya, setelah menikah, aku tidak memiliki pekerjaan alias pengangguran. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kami mengandalkan uang tabunganku. 

Waktu terus berjalan, tidak mungkin aku mengandalkan uang tabungan yang lama-kelamaan akan terkuras habis. Jalan satu-satunya adalah mencari pekerjaan.

Aku sudah melamar pekerjaan di perusahaan-perusahaan, tetapi sampai hari ini belum juga ada yang mau menerimaku. Ternyata tidak gampang mencari pekerjaan di kota besar. Banyak persyarataan yang harus dipenuhi, salah satunya adalah pendidikan. Rata-rata yang dibutuhkan di perusahaan adalah lulusan S-1, sedangkan aku hanya lulusan SMA. Meski pernah kuliah selama dua semester dan punya pengalaman kerja di perusahaan milik Samuel, tetap saja tidak menjamin untuk bisa diterima di perusahaan-perusahaan mereka.

Setelah seharian mencari pekerjaan dan hasilnya nihil, aku pulang dengan lesu. Tiba di rumah, kulihat Marsya tengah duduk di sofa ruang tamu. Kelihatannya dia sedang sibuk membaca sampai-sampai tidak menyadari kedatanganku.

***

"Assalamualaikum, Sayang," tegurku saat memasuki rumah dan mendapati Marsya duduk di kursi ruang tamu.

Tubuh Marsya sedikit terguncang. "Waalaikumussalam," balasnya sembari menoleh.

"Kamu kaget, ya? Lagi apa sampai tidak menyadari kedatanganku?"

"Iya. Aku lagi iseng baca sambil menunggumu. Maaf, ya, aku tidak tahu kamu datang," Marsya menghampiriku, lalu bersalaman sembari mencium tangan.

"Tidak apa-apa. Memang baca apa?"

"Majalah. Duduk dulu biar aku buatkan minuman. Kamu pasti capek." Marsya menggandengku ke sofa, kemudian dia pergi ke dapur.

Aku memang capek. Sekujur kakiku terasa pegal-pegal karena berjalan jauh. Mencari pekerjaan ke sana kemari, tidak membuahkan hasil. Aku harus jawab apa kalau Marsya bertanya?

Tak lama kemudian, Marsya muncul dengan membawa secangkir kopi. Dia lalu duduk di sebelahku.

Lihat selengkapnya