I Love You, Marsya

Ikhsan Ardiansyah
Chapter #35

Cemburu

Esok harinya, aku bersiap berangkat ke Surabaya bersama Samuel. Hari ini adalah hari terberat dalam hidupku. Bagaimana tidak, Samuel akan mempertemukanku dengan calon istrinya yang tak lain adalah Marsya. Aku tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Marsya saat bertemu denganku bersama Samuel. 

Hal yang kutakutkan bukanlah bertemu mereka, melainkan aku takut Marsya bercerita kepada Samuel kalau kita pernah menjalin hubungan, bahkan sampai menikah.

Kata Annisa, Marsya masih mencintaiku. Jujur, aku senang mendengarnya. Bisa saja aku menggagalkan pernikahan antara Marsya dan Samuel. Apalagi aku dan Marsya masih saling mencintai. 

Untuk itu harus ada yang dikorbankan. Samuel. Apakah aku akan menjadikan Samuel sebagai korban petualangan cinta kami? Tidak. Aku tidak sejahat itu.

Jika Samuel bahagia dengan Marsya, aku ikut bahagia. Aku ikhlas mengorbankan cintaku demi kebahagiaannya. Lagi pula aku sudah berjanji kepada diri sendiri untuk melupakan Marsya. Itu lebih baik daripada harus ada yang tersakiti.

Dalam perjalanan, Samuel tampak sangat bahagia. Dia begitu antusias mempersiapkan pernikahannya. Katanya, Marsya adalah perempuan yang istimewa. Dia satu-satunya perempuan yang dapat membuatnya merasakan cinta yang sesungguhnya.

Ya, memang Marsya adalah perempuan yang istimewa. Perempuan yang mengajariku bagaimana mencinta dan dicinta.

Kenapa aku masih memikirkan Marsya? Bukankah aku sudah berjanji untuk melupakannya? Ari, sadar, dia sekarang bukan milikmu lagi. Kamu harus ikhlas melepasnya dari kehidupanmu untuk selamanya meskipun itu sangat berat. Ingat selamanya.

Memang tidak bisa dimungkiri bahwa hatiku akan terasa sakit bila melihat Marsya bersanding dengan Samuel.


***


"Marsya, ini Ari, sahabatku yang pernah aku ceritakan kepadamu. Ari, ini calon istriku, Marsya,” ujar Samuel memperkenalkan pasangannya kepadaku. 

Saat ini kami sedang berada di sebuah rumah makan.

Seperti yang sudah aku perkirakan, Marsya benar-benar syok melihatku. Namun, dia berusaha mengendalikan diri. Pandangan kami beradu seolah sedang berbicara.

Kami pura-pura berkenalan, tetapi tidak bersalaman dan saling menjaga pandangan. Jangan ditanya perihal perasaan. Sakit sekali melihat perempuan yang kucintai bersanding dengan laki-laki lain di depan mata kepala sendiri.

Lihat selengkapnya