Aku bangun pagi sekali. Lapar juga setelah semalam pura-pura tidur saat bulik Karsih membangunkan untuk makan. Mataku bengkak luar biasa. Terserahlah. Sudah tak ada pula yang bisa kututupi.
Kubasahi tubuh di tengah hawa dingin menusuk. Kubasuh wajah di sela rasa sesak dan lutut lemas. Bulik Karsih sudah sibuk di dapur. Aku harus bilang apa jika bulik bertanya?
"Wuk, ndang sarapan. Kamu semalem ndak makan."
"Iya bulik. Bulik. Aku mau pulang hari ini."
"Iya, Wuk. Semalam dimarahi pakde Kris, ya?" tanyanya seraya mematikan kompor. Sepertinya bulik akan bicara serius.
"Iya, Bulik. Nggak boleh deket-deket mas Anto."
"Lha iya, bulik itu sudah jauh-jauh hari ngomong, nek koe arep karo Nadya, resikono sik bojomu kuwi (kalau kamu ingin sama Nadya, bersihkanlah dulu istrimu itu)."
Bulik bicara dengan lembut dan lambat. Penuh rasa. Penuh kepedulian. Mimik wajahnya terlihat sangat prihatin dengan keadaan ini.
"Iya bulik. Gimana, ya, aku kasihan."
"Iyaa, Wuuk. Bulik juga kalau lihat Anto itu kasihaan ..."
"Rima itu dulu kecilnya di sini. Main di pelataran sini. Ndak nyangka gedenya rusak," ujarnya sambil menggeleng.
"Angga bener bukan anaknya mas Anto, Bulik?" tanyaku karena bingung mau tanya apa.
"Iyaa. Jadi ketahuan hamil sama pak Bram, terus ditubrukne (dipersatukan) sama Anto itu, untuk nutupi malu."
"Astaga ..." gumamku.
"Yo wis nek kamu mau pulang sekarang. Ya memang lebih bagus pulang aja daripada tambah runyam."
"Iya, Bulik. Nanti mau dianter mas Anto beli tiket."
"Mau naik apa, Wuk?"
"Seketemunya aja, Bulik."
***
Pukul tujuh pagi. Aku sudah tak sabar ingin dapat tiket. Apapun yang tercepat akan kunaiki. Aku ingin segera mengakhiri mimpi buruk ini. Kubuka gawaiku untuk menanyakan kepastiannya. Kukira ia akan dia saja kalau aku tak meminta lagi soal tiket.
[Wuk. Jadi plg ndak?] ternyata ia ingat janjinya.
[Jadilah. Sp yg betah di neraka gini]
[Iya wuk. Sbntr ak mandi dulu ya]
[Ga pake lama!]
[Iya wuk]
Aku segera bersiap. Sudah tak ada lagi yang berada di luar sling bag-ku. Baju kotor pun sudah masuk. Aku memperlihatkan diri di teras. Eyang memanggilku.