Hai. Kalau kalian sampai di bagian ini, berarti aku telah menyelesaikan kisahku. Aku sadar, apa yang kutuliskan tak cukup indah, tak cukup manis, tak cukup kokoh, tak cukup cengeng, tak cukup tragis, dan tak cukup sadis untuk melukiskan tiga setengah tahun bersamanya, karena tak semua rasa dapat diwakilkan oleh kata.
Aku menyudahi ceritaku sampai di sini. Cerita tentang ia yang pernah bertahta dalam hati. Ia yang tersakiti oleh keegoisan Nadya Wijaya, perempuan labil yang tak tahu balas budi. Perempuan bodoh yang kekanak-kanakan. Perempuan jahat yang mau menyelamatkan dirinya sendiri tanpa peduli teriakan minta tolong dari orang yang sudah menyelamatkannya.
Aku sadar, ceritaku ini akan mengundang nyinyiran dari mereka yang kusebut kaum autonyinyir. Biarlah. Mereka tak akan pernah paham akan situasiku kalau belum mengalaminya sendiri.
Tak ada tujuan lain dalam menulis semua ini. Hanya ingin bercerita, walau kutahu, ini hanyalah sebagian kecil dari ingatanku tentang dia. Kalau dapat kutuliskan semua, agaknya aku perlu tiga sampai lima buku lagi untuk menuntaskannya.
***
Hari ini, Kamis, di akhir Juli 2020, ada banyak hal dalam ceritaku yang sudah punya cerita sendiri. Tentang ramalan Susan, misalnya. Entah ada campur tangan Tuhan atau tidak---kurasa iya, sebagai pertanda---ramalan Susan benar-benar terjadi.
Tentang mimpi mas Anto bahwa aku baru akan menggendong anak di tahun kedua pernikahanku, itu pun jadi nyata. Tepat satu bulan setelah aku pulang dari resepsi mbak Rena, aku dinyatakan hamil. Anak pertamaku lahir di bulan November, laki-laki, tampan sekali.
Aku kembali melahirkan anak keduaku di bulan Desember tahun 2017. Anak perempuan yang cantik. Sekarang usianya sudah dua tahun tujuh bulan. Jadi kami sekarang berempat, dan hidup bahagia, juga sejahtera.