Katya
Ayahku bisu. Kesunyian seperti teman bagiku, betapa relung-relung hati terasa kosong. Seolah mulut terbungkam dengan suara yang hilang. Aku tetap mengaguminya, berlatih dengan bahasa isyarat, dan bercengkerama melalui tangan. Sedangkan canda tawa atau tangisan, lebih terdengar seperti erangan.
Kami hanya hidup berdua semenjak ibu meninggal. Tepatnya, ketika aku berusia 15 tahun. Usia yang cukup muda bagi seorang anak untuk kehilangan Ibunya. Dampaknya, aku harus membantu Ayah mencari uang dengan cara serabutan. Setiap sepulang sekolah, aku bekerja di rumah makan pinggir jalan. Semua itu aku lakuan. karena tak tega melihat Ayah banting tulang sendirian.
Setelah kepergian Ibu, kepercayaan diriku terenggut. Aku merasa dunia begitu sempit. Hanya ada aku dan Ayah. Aku tumbuh tanpa dampingan seorang Ibu.
Kehidupan seolah tak mengizinkan aku untuk menikmati masa remajaku. Aku hanya bisa menahan getir ketika melihat teman seusiaku bermain, atau memamerkan barang yang dibeli. Sementara aku? Terjebak pada rutinitas dengan pola yang sama. pergi kerja di warung pinggir jalan setiap sore.
Aku takut jika ada teman kelas mengetahui pekerjaanku. Maka dari itu, aku sering bermain petak umpet dengan mereka. Jika ada yang lewat, buru-buru aku mencuci piring di dalam.
Ayahku hanya seorang kuli di pasar. Salah satu pekerjaan yang mungkin tak membutuhkan banyak suara. Aku tahu pekerjaannya sangat berat, memanggul barang berkilo-kilo hanya demi menafkahiku.
Aku bisa sekolah hingga kuliah, itu karena beasiswa. Jadi, apa kau merasakan bagaimana sulitnya kehidupanku?. Itulah mengapa aku tumbuh dengan segala keterbatasan, dan juga rendah diri. Terkadang aku berpikir, apakah aku bisa menapaki kehidupan yang mulai semakin tak bersahabat ini? Apakah aku mampu melewatinya? Apakah aku akan sukses dan hidup bahagia bersama Ayah?
Ayah adalah satu-satunya orang yang selalu berada di sampingku. Kita lewati suka duka bersama. Selelah apapun, Ayah selalu ada waktu untukku. Seperti malam ini, Ayahku baru bisa beristirahat. Setelah kami makan bersama, aku dan Ayah menuju ke ruang tengah.