I Love Your Voice

Niken Ayu Winarsih
Chapter #2

Bagian 1 First Meet

Katya

Namaku Katya Prameswari, panggil saja aku Katya. Mahasiswa fakultas komunikasi semester tiga yang lebih suka sendiri. Aku memiliki wajah bulat, berpadu dengan rambut panjang yang mengombak. Banyak yang bilang, aku cantik dan didukung dengan tubuhku yang tinggi semampai. Namun, apa pentingnya fisik? Itu hanya masalah casing.

Kecantikan, penampilan, kenapa manusia lebih suka dengan penilaian seperti itu? Bukankah yang lebih penting adalah hati? Dia sebagai inti dari rasa kemanusiaan itu sendiri? Rasanya, sulit ditemui di dunia yang seolah tak bersahabat lagi.

Seperti sore ini. Sore yang temaram menghadirkan semburat senja yang ingin menghantarkan mentari ke peraduan. Keindahan mereka dirusak oleh lalu lalang bising kendaraan yang padat merayap, saling melempar klakson dengan tak sabar. Jas hujan warna-warni yang dipakai para pengendara seolah tameng dari perbuatan mereka, kontras bukan?

Aku berada di shelter busway yang ada di persimpangan, duduk manis di kursi yang terletak di pojok dekat dengan undakan. Dengan kondisi hujan rintik-rintik, hanya beberapa orang yang ada disini. Sepasang muda mudi berdiri di ujung shelter menumpang teduh, dan asyik bercakap. Sedangkan di sebelahku, sibuk dengan earphone di telinga.

Dingin dan hujan. Kombinasi yang pas untuk membuat tulangku semakin linu. Kata orang, hujan membawa kenangan. Apa yang kamu harapkan dari kenangan? Jika kita tak bisa meraihnya, hanya tangisan yang akhirnya keluar. Yang kuingat tentang hujan, betapa aku senang bermain-main dengannya. Aku bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk hujan-hujanan. Tak peduli badanku basah kuyup dan menggigil, aku tetap meyukainya. Hanya satu orang yang akan marah padaku jika sudah seperti itu, yaitu Ibu.

"Udah, cukup main hujannya! Ayah juga malah ikut-ikutan aja!" omel Ibuku.

Kami berdua malah nyengir. Lantas, bergantian untuk mandi dengan air hangat yang sudah disiapkan oleh Ibu. Ah, betapa arti bahagia sesederhana itu. Bermain hujan.

Aku mendengkus napas panjang, mengingat kenangan yang di bawa oleh hujan. Ibuku, yang telah dulu meninggalkan aku dan Ayah.

Dari ujung jalan, sesosok pria berlari kecil menerobos hujan. Dia menuju ke shelter bus. Tudung jaket berwarna abu-abunya sedikit basah oleh hujan. Aku hanya mengamati sekilas.

Dia duduk tepat disebelahku, bangku besi sedikit berderit ketika dia duduk. Peduli apa? Aku kembali menikmati kesendirianku.

"Sorry, apa udah nunggu lama?" Refleks, aku menoleh ke samping kanan, tempat pria yang baru saja datang.

"Ehmm ... kurang lebih udah 15 menit nunggu," jawabku sekenanya.

"Mungkin, bentar lagi dateng." Dia seolah berbicara untuk dirinya sendiri.

Aku tak menanggapi. Semua kembali pada keheningan masing-masing, menunggu bus yang tak kunjung datang.

"Kamu, kuliah di kampus ini juga ya?" Dia membuka suara lagi, aku menoleh lagi. Menyebalkan!

Lihat selengkapnya