Di pagi hari yang biasa, aku sedang membaca buku yang kubawa dari rumah agar tidak perlu berbasa-basi dengan orang lain di pagi hari. Lalu Siti datang padaku.
“Hai, Ra,” sapa Siti, teman sekelasku.
“Hai juga, Sit,” sapaku balik.
“Apa kau sudah mengerjakan PR sosial ?,” tanya Siti. Jika seseorang sudah bertanya seperti ini berarti mereka ingin meminjamnya.
“Sudah. Kau mau pinjam, kan ? Ini,” kataku sambil menyodorkan PR-ku.
“Wah, terima kasih,” Siti tampak senang melihat PR-ku.
“Iya, sama-sama,” jawabku seadanya.
Kubiarkan mereka meminjam PR-ku agar urusan cepat selesai. Sebenarnya aku sangat kesal saat mereka meminjam PR-ku. Jika orang itu meminjam karena dia sudah berusaha mengerjakan tapi masih tidak mampu atau masih bingung untuk menyelesaikannya, aku masih memaklumi. Lain halnya jika orang itu tidak mengerjakan sama sekali dan hanya meminjam punya orang lain karena tidak mau susah.
Ini kurasakan bukan karena aku tidak pernah meminjam punya orang lain sama sekali, tapi karena aku berusaha semaksimal mungkin terlebih dahulu, sebelum melibatkan punya orang lain. Aku berusaha menyelesaikannya sendiri. Jika terpaksa baru kupinjam.
Tapi perkara PR tidak perlu kupikirkan lebih jauh karena hanya akan membuang energi-ku. Lebih baik kusimpan untuk hal yang lebih berguna.
***
Saat istirahat siang, seperti biasanya lagi, aku dan teman-temanku berkumpul untuk makan bersama.