Hujan turun seakan tidak ada hari esok. Sebuah mobil terbalik di dekat halte Transjakarta yang hampir hancur setengahnya. Tidak banyak yang ingat bagaimana hal itu bisa terjadi, karena terjadi begitu cepat.
Mobil SUV hitam dengan plat nomor berwarna putih, dapat terlihat dari luar bahwa air bag dari mobil itu sudah keluar semua, kap mobil sudah ringsek. Kaca yang berada di depan maupun yang ada di sisi pun juga sudah retak dan hancur.
Dari luar terlihat bahwa ada satu orang pengemudi dan juga 2 orang berada di belakang. Ketiga orang tersebut semuanya memakai seatbelt, namun karena posisi mereka yang sudah terbalik seakan membuat darah mereka mengalir ke satu titik dengan cepat, hal itu juga terjadi karena adanya bantuan gaya gravitasi.
Tidak hanya tentang orang yang berada di dalam mobil, kecelakaan itu juga menimbulkan korban dari pengemudi lain, dua motor yang mencoba menghindar pun ikut jatuh, dan 3 mobil lainnya karena mengerem mendadak, terkena kecelakaan beruntun.
Halte Transjakarta yang terkena dampak pun juga ada korban, hari itu adalah jam dimana orang-orang masih antri untuk pulang, walau memang sudah agak longgar.
4 orang luka ringan karena menghindar dengan meloncat keluar dari halte. Hal ini akan sulit dijelaskan, ketika pertemuan ini sebenarnya juga merupakan rahasia yang tidak bisa di ungkap.
Di dalam mobil laki-laki yang berada di kursi penumpang dia sadar lebih dulu, dia mengambil pisau lipat yang selalu dia bawa dan di selipkan di kaos kakinya. Dia memotong seatbelt yang menjerat orang di sebelahnya.
“Hei bangun!” ucapnya sambil terus berusaha memotong tali itu.
Perempuan itu mulai membuka matanya, darah terus menetes dari dahinya yang terbentur kaca di kursi penumpang. Dia terdiam sebentar seakan membaca situasi yang terjadi.
Kondisinya tidak baik tapi kedua orang yang bersamanya pun tidak sama baiknya dan bahkan sepertinya lebih parah.
“Tama,” ucapnya lirih.
“Gak usah peduliin gue, lo pergi dari sini sekarang.”
“Gue gak mungkin ninggalin kalian berdua.”
“Inget Ven, lo itu udah mati, kalau lo terlihat disini sekarang, mereka akan tahu lo mati.”
“Tapi Tam!”
“Pergi!” bentak Tama dengan sisa tenaganya. “Ada yang membocorkan pertemuan kita, lo harus pergi. Cari Bang Franz,” ucapnya lalu perlahan matanya terpejam.
Perempuan itu bernama Venice, memiliki rambut berwarna pink terang yang mulai kemerahan karena darah yang mengalir dari dahinya, dia berusaha membuka pintu di sampingnya lalu merangkak keluar.
Dia menoleh kembali melihat Tama dan Bagas yang sudah tidak sadarkan diri, namun begitu sirine Polisi serta Ambulance mulai terdengar dia mengurungkan niat untuk tetap berada di sana.
Venice berlari dengan sisa tenaga yang dia miliki dan menuju sebuah alamat yang masih teringat di kepalanya yang mulai terasa dingin, sepertinya dia kehilang cukup banyak darah hingga suhu tubuhnya menurun.
Meskipun begitu dia berusaha untuk tetap berjalan karena ini sudah dekat dengan rumah orang yang tadi disebutkan oleh Tama.
Orang yang terlibat dengan kasus ini dan orang yang juga berarti untuk dia. Walau mungkin Franz bahkan tidak akan ingat dengan dia.
Karena itu terjadi 15 tahun lalu, ketika mereka masih belum dewasa.
“Tinggal keluar dari gang ini,” Venice mencoba menyemangati dirinya sendiri, tinggal sedikit lagi dia bisa sampai pada Franz dan dia harus menceritakan ini semua padanya.