I'm Going Back To Venice

Ang.Rose
Chapter #2

Zero (Base) Part-2

Franz berjalan dibawah hujan, tangan kanannya memegang payung dan tangan kirinya memegang bungkusan nasi goreng yang dibeli dari langganannya. Hari ini harusnya akan ada kabar bagus karena Tama akan mendapat informasi.

Seperti yang sudah Roy dan dia perkirakan, bahwa leader dari Open-Unity akan menghubungi salah satu diantara mereka. Kasus ini bergulir terlalu lama seminggu berjalan dan KPK baru memberikan penjelasan satu kali, itu pun hanya penjelasan awal.

Franz terkejut ketika sampai di depan pagar rumahnya. Tubuh seorang perempuan dengan rambut berwarna pink pastel tergeletak di depan pagar di atas genangan air. Warna genangan air yang seharusnya berwarna coklat pun tersamarkan dengan warna darah.

Rambutnya pun mulai berubah warna, sepertinya darah yang menempel di rambutnya mulai mengering, menghitam dan akhirnya mengeras.

Franz tanpa pikir panjang langsung melepas payungnya dan menggendong perempuan itu masuk ke dalam rumah.

Franz menyelimutinya dengan selimut dan dia langsung mengambil ponselnya menghubungi satu nomor yang dia tahu akan membantunya. Adiknya.

“Kenapa bang?”

“Tolongin gue, balik bawa peralatan lo.”

“Ada apa?”

“Ada cewek tersungkur di depan rumah kayaknya dia kecelakaan dan ada darah dari kepalanya. Cepetan!”

“Lo bawa aja ke rumah sakit sih bang!”

“Fion! Dengerin kata-kata gue lo pulang sekarang!”

“Setengah jam.”

Franz melemparkan ponselnya ke sofa, dia mengambil handuk dan berusaha untuk mengeringkan tubuhnya, walau dia tahu bahwa baju orang ini harus di ganti, tapi dia tidak mungkin melakukan itu.

Franz merapikan rambut perempuan itu, rambut panjang berwarna pink yang sudah berubah warna, dia juga meraba bagian kepala untuk merasakan bagian mana yang masih mengeluarkan darah, tapi sepertinya itu hanya terletak di dahinya.

Franz mengambil kain kasa dan menempelkannya ke luka tersebut lalu mengeratkan kain itu dengan perekat khusus untuk luka. Fiona selalu menyiapkan tempat p3k karena berpikir mungkin saja akan ada yang terluka, bersiap-siap tidak ada salahnya.

Franz juga melihat tangan dan kaki perempuan itu barang kali ada luka luar lagi untungnya tidak hanya saja, memar-memar mulai terbentuk, dia ingat bahwa adiknya juga menyimpan salep untuk memar.

Tapi dia menimbang karena perempuan ini masih basah karena hujan jadi jika dia mengoleskannya begitu saja apa akan percuma nantinya.

“Jauhin tangan lo!” teriak Fiona dari depan pintu.

“Akhirnya lo dateng.”

Franz berdiri dan akhirnya Fiona melihat perempuan itu dengan jelas. Ini aneh baginya, luka-luka perempuan ini tidak wajar, seperti korban dari kecelakaan.

“Bang, dia bawa sesuatu?”

“Dia bawa tas sih.”

“Bawa ke ruang kerja lo, periksa dia bawa apa, biar gue ganti dulu bajunya. Gue harus balik lagi ke rumah sakit.”

Franz menatap adiknya yang terlihat tidak seperti biasanya. Sepertinya pikiran sedang kalut, tapi dia tetap tenang seperti biasa, dan inilah yang sebenarnya Franz takutkan dari adiknya.

Adiknya selalu bersikap lebih dewasa darinya ataupun dari umurnya yang sebenarnya. Dia mengambil alih posisi ibu di dalam rumah dengan mengurus rumah tangga bahkan ketika dia masih sekolah.

Dia tidak pernah bersikap layaknya anak kecil, dan Franz tahu bahwa memang adiknya kehilangan masa kecilnya.

“Bang,” ucapnya sambil menatap mata Franz.

Franz hanya terdiam lalu mengambil tas yang dibawa oleh perempuan itu ke dalam ruang kerjanya, dia pun juga mengganti bajunya yang basah karena menggendongnya.

Dia mulai membuka tas itu. Tas itu seperti tas khusus untuk laptop karena meskipun luarnya basah kuyup di dalamnya masih selamat dan bahkan masih kering.

Satu buah laptop tapi bentuknya tidak seperti bentuk laptop biasanya, ada sebuah catatan kecil, jika di buka di dalamnya ada tulisan gabungan angka dan juga huruf. Dan itu memusingkannya.

Ada sebuah ponsel lama yang sepertinya tidak berfungsi, lalu ada juga 5 buah flashdrive, dan 2 buah external hard disk.

“Dia sebenarnya apa sih, kok punya barang kaya gini.”

Franz tetap mencoba mencari identitas dari perempuan itu supaya dia bisa dengan mudah mencari tahu kenapa orang itu bisa ada di depan rumahnya.

Seperti sebuah kalimat, kerja keras akan membuahkan hasil, Franz menemukan sebuah kartu nama. Toko Servis Laptop Murah, Vivi Teknisi, lengkap dengan alamat toko tersebut, Franz tanpa pikir panjang langsung mencari alamat itu di G-maps, ternyata tidak jauh hanya sekitar 30 menit dari tempatnya.

Franz kembali mengamati barang bawaan perempuan itu, dan dia berusaha untuk membaca situasi, memar atau bahkan lukanya itu tidak wajar. Seakan tersambar petir dia pun mulai mempunyai firasat buruk tentang ini.

.

Fiona menghela nafasnya sambil mengganti pakaian orang itu perlahan, rambutnya yang pink sampai berubah warna tapi dia tidak kekurangan darah, setidaknya itu kabar baik untuknya.

Lukanya pun perlahan sudah menutup Fiona hanya menyuntikan antibiotik untuknya sambil mempersiapkan beberapa obat jika nanti dia bangun.

Fiona kembali teringat dengan orang asing yang muncul di UGD tadi, dia bilang bahwa ada perempuan yang seharusnya berada di dalam mobil yang terguling itu, dan jika memang itu yang terjadi, perempuan itu adalah orang yang ingin Tama dan Bagas temui.

“Fion, udah belum?” tanya Franz dari balik pintu.

“Udah keluar aja.”

Fiona hanya kembali menyelimuti perempuan itu sambil memeriksa suhu tubuhnya. “Dia masih panas, gimana ada dompet atau KTP gitu?”

Franz hanya menggelengkan kepalanya. “Gak ada KTP tapi ada ini,” Franz langsung memberikan kartu nama yang dia temukan.

Fiona yang melihat nama tersebut seakan di sambar petir, dia tidak percaya apa ini kebetulan atau bukan, tapi yang namanya Vivi di dunia ini tidak hanya satu kan, tapi melihat dandanan yang nyentrik apa mungkin.

Lihat selengkapnya