Tama memarkirkan mobilnya dengan Bagas yang sudah menunggunya disana. Gala Dinner, lagi-lagi hal ini yang selalu membuat kepalanya sakit.
“Ada berita baru?” tanya Tama.
“Belum ada, tapi Bang, ada yang minta ketemu,” ucap Bagas.
“Ketemu? Siapa?”
Bagas menggelengkan kepalanya karena memang jujur saja dia tidak tahu siapa yang berusaha untuk menemui Tama, dan dia tidak pernah bertemu dengan orang itu.
“Dia nunggu dimana?”
“Tama Kara,” panggil orang di belakang Bagas.
Tama menoleh menyingkirkan badan Bagas dan melihat orang di belakangnya, laki-laki dengan tubuh tinggi 180 cm, rambut sedikit gondrong dan kulitnya yang putih, dia menggigit rokok di mulutnya lalu tersenyum.
“Sey!” teriak Tama yang terkejut melihat teman lamanya tiba-tiba muncul di hadapannya.
Orang yang di panggil Sey itu tersenyum, dia memiliki nama lengkap Andre Seyna. “Long time no see.”
“It’s really a long time. Lo dari mana aja?”
“Banyak hal dan lo kan tahu gue gak bisa cerita.”
“Ah, mau ke taman makam pahlawan?” tanya Tama.
“Lo sibuk?”
“Kalau lo sampe ketemu gue, berarti harusnya gue gak bilang gue sibuk kan?”
“Ayo pergi dulu sebentar.”
“Gas, kalau ada yang nanya bilang gue lagi pergi gak tahu kemana.”
“Oke bang.”
***
Keduanya berjalan menyusuri beberapa makam, hingga Seyna dan Tama berhenti di sebuah makam. Mereka berdua berjongkok dan mengheningkan cipta sebentar. Walau Tama tidak terlalu dekat tapi dia pernah mengenalnya.
Seorang anggota kepolisian yang juga dekat dengan Seyna. Dia gugur dalam tugas dengan mengorbankan nyawanya.
“Bulan Mei kemarin kayaknya berat banget,” ucap Tama.
“Ya, kurang lebih, susah buat gue bahkan Reigha sekalipun.”
“Bang Rei sama Pras gak berantem kan?”
“Enggaklah, selama ada gue mah gak akan.”
“Terus Sey, kenapa lo mau ketemu gue?”
“Gue denger lo lagi ngincer anggota Gala Dinner?”
Tama menoleh dia tidak terkejut tapi dia hanya tidak percaya dia akan ketahuan secepat ini. “Kenapa Sey? Gue gak bisa bergerak? Atau gak boleh?”