Cerita ini adalah fiksi. Di buat hanya untuk hiburan semata.
***
Ketika berada di sebuah lingkungan yang asing, kita cenderung untuk melakukan adaptasi, meskipun terkadang kita sadar bahwa lingkungan itu tidak tepat.
Namun masalahnya adaptasi juga tidak semudah itu untuk dilakukan. Kita terkadang harus memaklumi sesuatu hal yang mungkin berbeda dengan insting kita.
Tapi bagi Tama, memaklumi hal yang tidak sesuai dengan prinsipnya, dia tidak bisa dan tidak mau melakukan itu.
Dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak terintimidasi, bahkan jika dia harus dikucilkan dia tidak merasa itu hal yang merugikan baginya.
Bahkan terkadang ajakan makan malam saja bisa menjadi senjata makan tuan, bukannya dia yang menangkap orang, bisa jadi dia yang ditangkap.
Walau Tama secara sadar tahu bahwa itu adalah resiko dari pekerjaannya.
Jika dia tidak bisa mengikuti alur permainan yang sudah berjalan, bisa-bisa dia yang tersingkir.
Tama tumbuh di keluarga yang sangat berkecukupan. Walau kedua orang tuanya telah tiada, dan sejak kecil dia diasuh oleh om dan tantenya. Tama tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan sanggup melakukan segala sesuatu sendirian walau om dan tantenya selalu memanjakannya.
***
2 minggu lalu
Tama baru keluar dari ruang istirahat dia dan Bagas belum tidur selama 2 hari karena menginterogasi salah satu pejabat yang melakukan dugaan korupsi, dia telah terbukti dan bahkan di tangkap melalui OTT namun tetap saja, dia terus mengelak dan akhirnya membuat interogasi berjalan sangat alot.
Tim lain menggantikan Tama untuk melakukan interogasi karena Tama di nilai tidak menyelesaikannya juga selama 12 jam.
“Gue capek banget deh bang ini orang kenapa terus aja berkelit sih pusing pala gue,” ujar Bagas yang sepertinya sudah cukup menyerah meladeni tersangka.
“Sabar sih, lo tidur lagi aja, biar gue yang bangun, kita gantian aja tidurnya.”
“Abang aja yang tidur.”
“Gak usah lebay cepetan tidur-”
Drrt~!
Getaran ponsel di tangan Tama membuatnya terdiam dan melihat siapa yang menghubunginya di jam 3 pagi.
Nyonya Rumah.
Itu adalah nama kontak yang diberikan Tama untuk Nusa tantenya.
“Halo tan, kenapa? Ada apa? Kok tiba-tiba telfon jam segini.”
“Kamu masih interogasi gak?”
“Gak, lagi gantian tim, kenapa tan?”
“Bisa kerumah sakit sekarang?”
“Sekarang? Kenapa?”
“Ini penting, tolong kesini sekarang, tapi jangan pake atribut ya.”
Tama mengerutkan keningnya lalu dia menepuk punggung Bagas yang baru saja mau mengambil posisi untuk tidur. “Aku kesana tunggu aja di ruangan ya.”
“Ada apa Bang?” Tanya Bagas yang bingung melihat Tama terlihat panik.
“Tante gue nyuruh ke rumah sakit, kita pergi sekarang lo tidur di mobil aja.”
“Biar Bagas aja yang nyetir abang tidur,” ucapnya sambil mengambil kunci mobil.
“Eh, lepas atribut, ganti baju ya.”
“Ah ya oke, oke.”
***
Bagas dan Tama keluar dari mobil mereka mengambil pintu masuk dari basement 1 lalu masuk dan menekan angka 5. Dia masuk ke sebuah ruangan dimana tertulis ruangan Dokter Bedah Umum, Nusa.
“Tante, Tama dateng,” ucap Tama sambil membuka pintu.
Tama terdiam sebentar, karena dia tidak percaya, omnya yang biasanya sangat jarang terlihat karena selalu bepergian, muncul disana duduk dengan cemas.
Namun bukan hanya itu yang menarik perhatian Tama, namun 2 buah undangan yang ada di atas meja, dengan amplop emas dengan pinggiran berwarna hitam.
Di atas amplop itu tertulis nama Nusa dan Richard.
Nama kedua orang yang sudah di anggap orang tua oleh Tama.
“Ini ada apa sebenernya?” Tanya Tama.
“Ini undangan.”
“Oke terus? Kenapa sampe Tama harus dipanggil kesini? Masalahnya apa?
“Ini undangan dari QF, dari Martha untuk Gala Dinner,” ucap Richard.
“Oh shit, so the Gala Dinner it’s true?”
“Is it, and we’re invited,” jawab Nusa.
“Sejak dulu kami berdua gak masukin kamu ke Kartu Keluarga jadi kamu gak bisa di kaitkan dengan kami, dan itu juga memudahkan kamu yang jadi penyidik, tapi Tama. Dengan undangan ini, itu artinya ini bukan mitos.”
“Mereka gak tahu aku keponakan kalian jadi mereka pikir aman dengan mengundang kalian.”