I'm Going Back To Venice

Ang.Rose
Chapter #17

Chapter 15: The Classic Overwhelm

Cerita ini adalah fiksi. Di buat hanya untuk hiburan semata.


***


“Hai Vivi, kamu bisa bahasa Indonesia?”

Seorang perempuan bertubuh tinggi dengan tatapan sendu menghampiri Vivi yang sedang duduk di kursi dari sebuah ruangan. Perempuan itu terlihat tersenyum sambil mengelus kepala Vivi dengan lembut.

“Bisa sedikit.”

“Saya Maria, dan itu yang di depan pintu suami saya namanya Firoz. Kamu di Indonesia tinggal sendirian?”

Vivi mengangguk. “My mom just died 3 years ago.”

“Oke, and your dad? Do you have any siblings?”

Vivi menggelengkan kepalanya. “Saya gak tahu ayah saya siapa.”

“Oke baik. Kamu nyaman disini?”

“Enggak saya mau pulang.”

“Saya mohon maaf Vi, tapi kamu gak bisa pulang ke rumah kamu.”

“Am I going to jail?”

“No way,” ucapnya sambil mengelus kepala Vivi.

“Maria, ayo,” ucap Firoz dari depan pintu.

“Kamu mau ikut kita pulang?”

“Ke rumah kalian?”

“Ya, ke rumah kita, saya punya anak perempuan juga mungkin seumuran kamu tapi dia lagi gak di rumah, kamu mau ikut kita?”

“Boleh.”

Firoz tersenyum, Maria menuntun Vivi ke dalam mobil sedangkan Firoz masih bicara dengan seseorang.

“Saya minta maaf melibatkan kalian berdua, tapi saya gak bisa minta tolong sama siapa-siapa selain kalian.”

“Dia kenapa sebenarnya?”

“Justru itu saya minta tolong, kalau kamu bisa cari tahu dia sebenarnya kenapa saya mungkin berterima kasih.”

“Baiklah, saya bawa dia ke rumah, kabari saya Pak jika ada apa-apa.”

“Terima kasih Firoz.”


***



Aku terbangun dari sebuah mimpi, ketika aku pertama kali bertemu dengan mereka. Ada hal yang aku syukuri ketika aku pergi dengan mereka.

Pertama, kembali merasakan apa nikmatnya tinggal bersama dengan orang-orang yang rela mengatakan bahwa kau adalah keluarganya.

Dan kedua, dimana aku tahu bahwa yang aku rasakan ternyata, perasaan yang semua orang mungkin rasakan.

Melihatnya bersama dengan teman polisinya bersama membersihkan gudang dan ketika aku kembali bisa melihatnya, melihat senyuman itu yang dulu selalu menenangkanku.

Ya, aku tidak bisa mengingkari bahwa terkadang aku merindukannya.

Sama seperti ketika aku duduk di mobil dan melihatnya berada di dalam rumah, aku sangat ingin keluar dari mobil lalu lari memeluknya dengan erat.

Memeluknya dan mengatakan betapa aku merindukannya, tapi masalahnya, itu mustahil.

Dia bahkan mungkin sudah melupakanku ataupun dia membenciku karena akulah penyebab dia kehilangan keluarganya.

How can you show up and say you miss him since you are the reason his parents died in the first place?

Jika aku bisa memutar waktu mungkin aku akan melakukan segalanya hanya untuk mereka, dan sekarang aku mungkin akan melakukannya, mungkin.


Lihat selengkapnya