Cerita ini adalah fiksi. Di buat hanya untuk hiburan semata.
***
Tok… tok…
“Masuk,” ucap Franz yang sedang berbaring di atas kasur.
“Abang, mama sama papa belum pulang aku boleh tidur sama abang?”
Franz menatap perempuan itu dengan tatapan sendu, dia memegang boneka yang diberikan oleh Fiona seminggu lalu, dia dan Fiona umurnya tidak terpaut jauh, tapi dia bisa menempatkan diri dengan baik.
Dia seakan menjadi anak tengah di keluarga ini, dimana Franz menjadi tiang pegangan kedua adiknya, setidaknya itulah yang dia pikirkan.
“Sini,” Franz menggeser tubuhnya dan menyisakan ruang sedikit untuk dia bisa tidur.
Dia pun akhirnya tidur di samping Franz sambil memeluk boneka yang dia bawa. Franz jauh lebih tinggi darinya, jadi walau mereka tidur di kasur yang sama, wajahnya hanya dapat melihat dada Franz.
“Abang tinggi banget deh.”
“Udah tidur gak usah ngomong yang aneh-aneh,” ucap Franz sambil menyelimuti dia.
“Viane bahagia ketika mama sama papa aku kesini dan bisa ketemu abang sama Fiona,” dia menyentuh pipi Franz mengusapnya sebentar lalu tersenyum. “Viane udah ngabisin semua keberuntungan Viane buat ketemu sama abang.”
“Vi, kamu jangan kaya gini.”
Franz tahu, orang tuanya menyuruh dia untuk menganggap Vivi sebagai seorang adik, kedua orang tuanya sedang berusaha untuk mengangkat Vivi menjadi anak mereka, dan jika Franz memiliki perasaan padanya, apa yang akan terjadi nantinya.
“Bang, kamu beneran mau anggep aku adik kamu? Kaya kamu sayang ke Fiona?”
Franz ingin memberontak, dia tahu dia tidak bisa bertanya pada orang tuanya, ada apa sebenarnya, kenapa dia sampai harus tinggal di rumah, dan apa yang terjadi sebenarnya, atau apa pekerjaan orang tua mereka sebenarnya.
Franz tidak bisa menjawab hal itu, dia hanya memeluk Vivi dan mengusap kepalanya, dia akan menganggap bahwa anak ini hanya kesepian dan butuh seseorang di sisinya.
“Vi, apapun itu, aku cuma bisa bilang sekarang, bahwa aku akan ada disini buat kamu ya.”
***
“Bang,” sebuah suara terdengar sayup masuk ke telinga.
“Abang!” ya, suara itu dia tahu, dia kenal dengan suara itu.
Franz membuka matanya perlahan, namun cahaya lampu justru membuat matanya sakit dan kepalanya seakan berdenging.
“Abang abis ngapain!? Kok bisa-bisanya demam begini?”
“Gak tahu, abang mau ke kamar,” ucap Franz sambil mencoba keluar dari sofa namun dia justru terjatuh dan pingsan di lantai.
“Abang!!!”
Fiona panik melihat kakaknya yang tidak pernah sakit justru terkapar dengan kondisi demam yang lumayan parah. Dia tidak pernah melihat kakaknya seperti ini. Fiona mencoba mengangkat tubuh kakaknya tapi dia tidak bisa sendiri.
Tring~!
Pintu rumah terbuka, Fiona menoleh dan ternyata Roy dan seorang laki-laki masuk ke dalam rumah.
“Bang Roy,” Fiona meneteskan air mata. “Tolong.”
“Wira! Wir!” Roy tidak percaya melihat temannya yang sekuat itu terkapar seperti itu. “Ini kenapa Fion?”
“Aku gak tahu, aku baru pulang, abang tiduran di sofa pas aku bangunin dia ternyata demam. Abang tolongin Fion.”
“Kamu awas minggir dulu, kamu ada emergency kan?”
Fiona mengangguk. “Ada,” namun Fiona justru hanya terdiam sambil menatap Franz.
Roy menarik Fiona mencoba menenangkannya. “Fin, liat abang.”
Fiona masih terus melihat Franz yang terbaring sambil menangis. “Tapi abang… ”
“Fion!” Roy kini berteriak untuk menyadarkan Fiona. “Wira cuma lagi demam, dia gak akan mati, tapi dia bisa mati kalau kamu gak ngasih dia pertolongan pertama. Abang bakal bawa dia ke kamar, kamu ambil emergency supaya demam dia bisa turun.”
Fiona seakan tersadar lalu menghapus air matanya. “Hmm, aku ambil emergency.”
“Bantuin gue Chan,” ucap Roy.
“Iya bang.”
Roy dan Chandra membopong Franz masuk ke dalam kamar, Roy juga langsung mengganti baju Franz dengan kaos yang lebih tipis, dan menyelimuti Franz.
“Bang Roy,” panggil Fiona.
“Lo urus abang lo, biar gue yang beresin rumah.”
“Makasih bang.”
“Biar gue yang masak,” ucap Chandra.
Roy kembali ke ruang tamu, benar seperti perkiraan mereka hari ini hujan, Roy membersihkan beberapa buku yang berserakan di meja, sampai akhirnya dia melihat sebuah album foto yang ada di dekat sofa, dia ingat album foto ini yang di pegang oleh Franz setelah mereka membersihkan gudang.
Roy membuka album itu dia ingin tahu apa yang membuat temannya begitu takut dan begitu emosional setelah melihat ini.
Roy dan Franz memang mengenal setelah mereka bertemu di Sekolah Polisi, tapi Roy memang pernah mencari tahu tentang Franz, dan anehnya memang, tidak ada apa-apa.
Untuk orang seperti Roy, jika seseorang dilihat terlalu bersih itu justru aneh, bahkan berita tentang kecelakaan kedua orang tuanya seakan ditutup-tutupi, tapi Franz seakan tidak memperdulikan hal itu.
Dia seakan sudah tahu, ada sesuatu tentang kecelakaan ayah dan ibunya, hanya saja, dia berpikir bahwa ini belum saatnya untuk dia mencari tahu.
Roy terdiam begitu dia melihat sebuah foto dimana Franz merangkul seorang perempuan tinggi blasteran, dengan rambut hitam yang panjang.