Cerita ini adalah fiksi. Di buat hanya untuk hiburan semata.
***
“Vivi mama boleh nanya sama kamu?” suara Maria terdengar sangat lembut ketika dia berbicara, dan itu seakan membuat hati Vivi merasa tenang.
“Boleh mah, kenapa?”
“Kamu suka sama Angkasa?”
“Franz abang aku mah, gak mungkinlah.”
“Kamu sama Angka sama aja, mau berani bohong kok sama mama, kayak mama gak ngerti aja kalian gimana.”
Vivi terdiam dia menunduk dan tidak berani menatap Maria yang duduk di hadapannya.
“Vi,” panggil Maria.
“Ya mah.”
“Mama sama papa gak ngelarang kalian loh.”
Vivi mengangkat wajahnya lalu menatap Maria dengan tatapan senang yang dia tahan. “Maksudnya gimana mah?”
“Kalian bukan saudara, kamu bukan anak mama papa, kamu disini karena memang mama sama papa minta kamu disini dan panggil kami begitu, tapi kamu bukan anak mama sama papa, jadi, kalau kamu sama Angka mau pacaran terserah, tapi.”
“Tapi apa?” ucap Vivi tidak sabar.
“Kamu masih 14 tahun, Angka juga baru mau 17 mama gak setuju kalau sekarang, dan kamu gak boleh lagi tidur bareng Angka.”
“Mama… ” rengek Vivi.
“Vi, kamu perempuan, Angka laki-laki, walau mama percaya sama kalian berdua tapi gak begitu caranya, kalian harus bisa nahan diri oke?”
Vivi mengangguk, dia mengerti maksud Maria, bahwa memang mereka tidak boleh terlalu dekat untuk sekarang, dan bukan hanya perihal itu, ada hal yang masih ditutupi oleh Vivi. Alasan mengapa menteri pertahanan menangkapnya.
“Mah, Vivi boleh nanya?”
“Hmm, kenapa tanya aja?”
“Vivi udah hampir sebulan di rumah, kenapa, mama sama papa gak tanya ke Vivi tentang kenapa Vivi bisa ditangkap?”
Maria terdiam sebentar, dia berdiri lalu mengambil jus dari kulkas dan menuangkannya ke gelas, lalu memberikannya ke Vivi.
“Mama dan papa gak punya hak untuk maksa kamu bilang apa yang terjadi, mama sama papa cuma di mintai tolong untuk jaga kamu, dan ngasih tahu mereka kalau kamu bilang sesuatu.”
Vivi menganggukan kepalanya mengerti. “Mah, apa Vivi bakal di penjara?”
“Sekarang pertanyaan mama, kamu ngelakuin apa? Apa cukup untuk buat kamu di penjara?”
“Kenapa ngomongin penjara?”
Vivi tercekat lalu menoleh kebelakang, Franz dan Firoz sudah kembali dan Franz mendengar sesuatu yang tidak enak di telinganya.
“Mama sama Vivi lagi cerita-cerita kamu kenapa pengen tahu aja sih?”
“Lah gak boleh?”
Vivi tersenyum lalu menatap Maria dan dia hanya mengangguk seakan mengerti maksud Vivi.
“Udah kalian berdua tidur gih udah malem,” ucap Maria.
“Besok kan sabtu mah, aku mau nonton film dulu sama Vivi.”
“Yaudah jangan kemaleman.”
“Siap.”
“Ka, inget kata papa,” ucap Firoz.
“Iya pah.”
Maria dan Firoz masuk ke dalam kamar, sedangkan Franz dan Vivi pergi ke ruang tamu mereka berdua seperti biasa menonton film yang di tayangkan setiap menjelang weekend di TV.
“Vi,” panggil Franz.
“Kenapa Bang?”
“Mama ngomong apa sama kamu?”
“Soal yang tadi?”
“Bukan, papa tadi bilang ke aku kalau-”
“Ah soal itu. Mama tadi udah bilang ke aku. Tapi kamu mau nanya sama abang.”
Franz mengalihkan pandangannya dari TV dia menatap Vivi. “Kamu mau nanya apa?”
“Di mata abang, aku sama Fiona sama atau gak?”
Franz terdiam sebentar dia mencoba bernafas dengan tenang. Dia mengusap kepala Vivi yang terlihat cukup lelah belakangan ini, entah apa yang dia lakukan, tapi Franz tahu Vivi sudah bangun tengah malam.