Cerita ini adalah fiksi. Di buat hanya untuk hiburan semata.
***
Franz kembali ke rumahnya, dengan Kania yang sudah berada di depan rumahnya, Franz melihat jam tangannya, waktu masih menunjuk pukul 6:30, dia datang lebih awal.
Kania tersenyum melihat Franz yang turun dari mobilnya, tapi wajah Franz bahkan tidak ada senyuman sama sekali, dia terlihat berbeda, benar-benar berbeda.
“Kenapa Bang?”
“Nggak papa, tadi katanya jam 7?”
“Ah iya, kerjaan beres lebih cepet, jadi langsung kesini.”
“Oh, oke.”
Franz mengambil ponselnya sambil menghubungi sebuah nomor, tapi sebelum nada sambung itu muncul.
Tin~! Tin~!
Klakson mobil menghentikan langkahnya membuka pintu. Franz menoleh dan dia langsung berlari membuka pagar. Mobil itu pun masuk dan seseorang keluar dari mobil sambil tersenyum.
“Got it,” ucap Bagas.
“Oke! Let’s get in.”
“Roy gak datang?”
“Bang Roy, Bang ini ada apa sebenernya?”
“Ini siapa?” tanya Bagas.
“Gue jawab satu-satu, Kania, ini namanya Bagas, penyidik KPK dan Gas, ini Kania dari Mabes Polri, dan Roy kalau dia santai dia pasti dateng.”
“Oke.”
Mereka pun masuk ke dalam rumah, Kania dan Bagas duduk di sofa, sedangkan Franz masuk ke dalam ruang kerja ayahnya dia menarik keluar papan tulis yang ada di dalam sana keluar.
“Bang, kalau adik lo pulang gimana?”
“Fion gak balik kerumah ini sementara.”
“Oh oke.”
“Bang bisa jelasin ke Kania ini ada apa?”
“Bentar Ni. Gas, Tama dimana?”
“Tama gak bisa dihubungi, dia kayaknya pergi sendiri.”
“Oke yaudah, lo dapet apa jadinya?”
“Berkas skandal yang diumumin ke TV, dan daftar nama simpenan yang dipakai sama pejabat,” ucap Bagas sambil memberikan berkas dan USB.
“Udah di kopi?”
“Udah kok.”
“Ini resmi?”
“Resmi, ini aman dan gak akan bermasalah nantinya.”
“Ni, kamu udah paham?”
Kania terdiam sebentar dan menatap Franz sebentar dia akhirnya mulai mengerti kenapa dia dipanggil hari ini. “Ini skandal yang ditayangin waktu itu?”
“Ya, orang yang ngasih bocoran sama kaya orang yang ngasih kamu CCTV.”
Kania terkejut hingga mulutnya terbuka, dia refleks menutup mulut dengan tangannya. “Bang, ini apa gak aneh?”
“Gak aneh, lo percaya sama gue gak?”
“Percaya, terus abang mau Kania ngapain?”
Franz menunjuk Bagas. Kania menoleh ke sebelahnya lalu Bagas mau tidak mau menjelaskan apa yang terjadi.
“Sebenernya masalah ini terlalu besar, tapi intinya adalah kita mau mengungkap soal Gala Dinner, dan masalah simpenan ini merupakan gerbang awal, kasih tip ke kepolisian ini broker wanita dan juga laki-laki yang di pakai sama pejabat. Disini ada daftar nama simpenannya juga.”
“Oke, tapi gue harus tahu ini pendekatan atau?”
“Bener, ini pendekatan sekaligus pengalihan, karena kita bakal nangkep yang lebih besar,” jawab Franz.
Kania mengangguk, dia paham sekarang. “Oke, tapi bang, kalau gue buka ini berarti kalian harus cepet.”
Bagas menatap Franz, karena memang benar, sekali mereka melakukan serangan sudah tidak ada lagi waktu istirahat. Mereka harus menyerang dengan kecepatan penuh.
“Bang, yang di bilang Kania bener, kalau kita nyerang sekarang mereka akan nyerang kita terus, sedangkan amunisi kita belum banyak.”
“Gue juga paham.”
“Oke gini aja,” Kania memotong pembicaraan mereka. “Kania akan tetep proses ini, tapi, ini akan dilakukan panggilan tertutup. Karena kayaknya ini juga beberapa orang selebriti papan atas.”
“Oke, abang usahain 2 hari lagi abang kabarin.”
“Oke, Kania balik dulu kalau gitu.”
Kania pergi keluar dan Franz memastikan anak itu benar-benar pergi dari rumahnya. Dia menatap Bagas.