I'm Going Back To Venice

Ang.Rose
Chapter #35

Chapter 33: The normal isn't normal anymore

Cerita ini adalah fiksi. Di buat hanya untuk hiburan semata.

***

Hujan turun cukup deras, Franz terlihat khawatir dengan hujan yang turun deras sambil diiringi oleh sautan petir, bahkan dari warna langit yang hitam hingga terang menjadi terang karena cahaya kilat.

Franz terdiam sambil menatap jendela menunggu satu orang lagi yang belum sampai, orang yang menjadi pusat dari kejadian ini, dialah yang membawa hal ini ke dalam rumahnya.

Walau sebenarnya itu merupakan ulah dari adiknya sendiri tapi tetap, Franz hanya mencoba untuk membantu.

Cahaya mulai muncul dari sebuah lampu mobil SUV yang masuk ke dalam pekarangan rumah. Franz melihat bahwa bagian belakang mobil milik Tama penyok, sepertinya benturannya cukup keras.

Tama berlari kecil dari mobilnya menuju pintu rumah, Franz langsung membukakan pintu untuknya dan membiarkan dia masuk ke dalam.

“Mobil lo kenapa?” tanya Franz.

“Gue di tabrak tadi.”

“Emang lo dari mana?”

“Ngintai Martha sama Handri, mereka berdua ketemuan sama orang asing gue gak tahu buat apa, tapi kayaknya ada deal diantara mereka.”

“Lo pengen cepet mati apa gimana?”

“Apa sih, kenapa semua orang ngelarang gue buat ngikutin dia? Kalau gue gak ngintai dia gimana caranya gue bisa tahu mereka punya kasus?”

“Kalau lo ngandelin OTT terus, kejadian Andriandi bakal keulang lo paham?”

Tama terdiam, tapi tidak butuh waktu lama dia justru mendekati Franz dengan wajah yang terlihat sangat marah. “Gak usah ngomongin soal kasus itu!”

“Bang udah bang,” ucap Bagas sambil mencoba memisahkan mereka berdua.

“Dia kenapa sih?” tanya Chandra.

“Orang yang gak punya masalah pribadi kayak kita gak akan paham,” Roy hanya mengatakan itu lalu berdiri dan membuka kulkas.

“Udah!” teriak Roy sambil menutup pintu kulkas.

“Kita semua penyidik, kecuali lo Franz, gue tadinya pengen ngomong sama kalian sambil minum bir, tapi gak bisa, kita semua bekerja 24 jam, termasuk gue dan Chandra. Kita punya tujuan yang berbeda, tapi ujungnya sama.”

“Gue sama Bang Roy udah berhasil masuk ke server Open-Unity,” sambung Chandra.

Tama langsung berbalik begitu mendengar nama itu, entah apa yang diinginkan oleh STI, tapi kelompok ini sepertinya sangat berharga untuk mereka.

“Gimana caranya?” tanya Tama.

“Anak ini, sebelum balik kemarin dia masukin transmitter ke CCTV rumah Wira takut kalau ada apa-apa sama rumah ini, dan dia nemuin bahwa ada orang yang juga menyusup ke CCTV rumah ini, intinya, Open-Unity mengawasi kita.”

“Di dalem rumah?” tanya Franz.

Roy menggelengkan kepalanya sambil menarik nafas lalu membuangnya. “Mereka masuk ke CCTV luar, dan jalan depan rumah, mereka punya akses ke pusat CCTV kota, walau kita tahu, gak semua CCTV di daerah ini nyala.”

“Tadi gue sama Bang Roy udah bilang ke Pak RT bahwa kita mau nyambungin CCTV ke server kita yang di kantor, jadi kalau ada apa-apa gue sama bang Roy pasti tahu.”

“Bentar dulu, bukan itu masalahnya, mereka ngikutin siapa sampai tahu kita ngumpulnya disini?” tanya Bagas.

“Gue atau lo Bang?” tanya Tama.

“Kemungkinannya, kalian berdua,” ucap Roy.

Franz menatap Roy tanpa bicara seakan bertanya tentang apa yang sudah mereka diskusikan sebelumnya. Roy hanya menganggukan kepalanya.

“Ini tentang masa lalu Wira dan keluarganya, dan juga tentang masalah lo Tam sebagai penyidik KPK.”

“Sekarang bisa kita lanjutin apa yang harusnya kita bahas?” Tanya Chandra.

Lihat selengkapnya