Di rumah yang mewah nan besar ini aku duduk disalah satu dari sofa yang ada di ruang tamu. Begitu empuknya sampai-sampai aku bisa terlena dengan kesempurnaan dari sofa yang dimiliki keluarga Kashiwagi ini. Namun saat ini bukan hal itu yang harus dipikirkan.
" Jadi? Jawabannya?. "
" Apa yang sebenarnya kau mau dari keluarga ku?. "
Suara intimidasi yang begitu menakutkan keluar dari mulut wanita cantik yang ada di depan ku. Tanpa mengendurkan tatapan matanya dia terus melototi ku seakan aku adalah musuh yang berbahaya. Sepertinya aku terlalu terburu-buru untuk mengambil keputusan, tapi tidak masalah, aku akan membalikkan keadaan jika ada kesempatan. Yang terpenting saat ini adalah aku harus mengorek segala informasi yang perlu aku dapatkan untuk mengakhiri masalah keluarga mereka di kamp musim panas minggu depan nanti.
" Ya… aku mendengar rumor kalau Kashiwagi Rena memiliki seorang saudara, apa itu benar? Rumor yang sedang dibicarakan banyak orang itu... " Kataku yang sedang mencari celah dari obrolan yang sedikit beresiko ini.
Saat aku berkata seperti itu, ibu dari kedua anak itu menghela napas panjang dan mulai tenang. Sebenarnya hal itu membuat ku ikut tenang juga karena membuat permusuhan dengan perempuan yang telah menjadi seorang ibu adalah hal yang paling menakutkan.
" Mudah terpengaruh dengan cerita yang tidak tahu pasti benar atau tidaknya itu sangatlah tidak baik bagi dirimu, apalagi kau masih muda. Tapi yang pasti Jawabannya adalah tidak, aku tidak memiliki anak selain Rena dan jikalau ada, kalian semua sudah melihatnya dari dulu bukan?. "
" Itu masuk akal, maafkan aku karena tidak sopan tadi. "
" Ya… bukan masalah besar, sudah banyak orang yang menyebarkan rumor seperti itu untuk menjatuhkan nama baik keluarga kami. " Katanya dengan kembali melihat majalahnya kembali.
Sungguh beresiko, itulah yang bisa aku katakan. Tiba - tiba menanyakan masalah utama tanpa ada pendekatan sedikitpun sungguh bodohnya aku.
Baiklah, aku sudah kembali tenang dan aku juga harus mencari rute yang benar kali ini. Setidaknya… aku bisa mendapatkan satu informasi yang penting agar aku bisa mengakhiri masalah mereka berdua.
Namun belum sempat aku mulai berbicara, ibu dari kedua anak ini bertanya kepadaku.
" Bagaimana Rena saat dia bekerja? Apa dia tidak berada dalam masalah saat bersama dengan kalian berdua?. "
Mungkin yang dimaksud kalian ini merujuk kepada Masami-san dan aku tentunya. Ya… jika diingat - ingat lagi tidak ada masalah saat kami berdua menjaga Rina dan Rena.
" Selama ini tidak ada masalah sedikitpun kurasa , selama Masami-san ada didekatnya mungkin masalah apapun itu akan terhindar, dia juga bisa mengatur beberapa masalah kecil yang terjadi di tempat kerja Rena. " Kataku dengan sedikit memuji kerja Masami-san.
" Oh… dia ternyata cukup berguna juga, aku tidak salah memberikan pekerjaan ini kepadanya. "
Aku masih belum mengerti tentang hubungan Masami-san dengan perempuan yang satu ini, sepertinya dia cukup dekat dengan Masami-san tapi itu bukanlah hal yang harus aku urus kali ini. Biarkan waktu yang menjawabnya.
" Tadi.. " Sebelum dia melanjutkan perkataannya dia pun menaruh majalah yang dia baca tadi di meja depan kami berdua.
" Aku dengar Rena sempat memanggil mu dengan sebutan *Senpai* apakah kau kakak kelas Rena di sekolah?. "
" Ya, aku adalah kakak kelas Rena, saat ini aku masih menginjak kelas 2, apa ada yang salah?. "
Setelah mendengar jawaban ku dia tiba-tiba menghela napas panjang dan mulai menatapku dengan tatapan kasihan. Tunggu apa yang harus di kasihani? Aku sama sekali tidak paham.
" Anonee… memang baik kalau kau bekerja di usia muda dan mendapatkan pengalaman kerja karena pada saat kau lulus nanti bisa mudah mendapatkan pekerjaan, tapi sepertinya hal yang harus kau khawatirkan saat ini bukanlah masalah pekerjaan namun masalah belajar, tahun depan kau sudah menginjak kelas 3 dan biar aku katakan… pada saat kelas 3 tenaga mu akan dikuras untuk belajar nanti, dan banyak tugas yang akan diberikan oleh guru mu dan semua itu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, aku sarankan kau mulai belajar dari sekarang, ingat itu. "
Sungguh mengejutkan, orang seperti dia memberikan saran seperti itu kepadaku. Memang benar pekerjaan adalah sesuatu yang belum harus di permasalahkan oleh anak sekolahan seperti ku. Tapi bisakah aku berkata bahwa sebenarnya aku tidak ingin bekerja saat ini, malah aku ingin bermalas-malasan di rumah dan tidak melakukan sesuatu.
Tapi karena kedua anakmu itu, tidak… ini juga termasuk salah dari guru yang suka ikut campur itu. Jika saja aku tidak terlibat dalam masalah keluarga kalian, aku mungkin sudah bermesraan dengan Kuruna di awal liburan musim panas ini. Masalah Kamp Musim Panas bisa aku atasi dengan berbagai alasan seperti demam di musim panas, ya... Itu adalah mimpi yang tidak akan pernah terwujud sebelum aku bisa mengatasi masalah kalian semua.
" Ya… apa yang ibu katakan memang benar semua, seharusnya aku lebih mementingkan masalah belajar dari pada masalah pekerjaan, aku tidak akan membantahnya, tapi menurutku pribadi, mendapatkan pengalaman kerja di usia muda dan di bebani dengan mengelola waktu untuk belajar keduanya harus bisa dilakukan bukan? Memang melakukan keduanya sangatlah sulit dan kemungkinan aku saat ini seperti orang yang hanya bisa bicara tanpa membuktikan apapun dari ucapan ku, tapi setidaknya pada saat lulus nanti aku bisa menghasilkan uang tanpa harus menunggu lama dan aku juga tidak mau membuat kedua orang tua ku khawatir akan masa depan ku, itulah yang aku pikirkan. "
Dia termenung sejenak setelah mendengar perkataan ku, dan dilain sisi nampaknya dia sungguh kagum dengan perkataan ku tadi. Mengatur rute seperti ini adalah hal yang mudah bagiku, menjadi bijaksana dan dapat diterima oleh berbagai macam orang, aku menyebutnya 'Kekuatan dari Tokoh Utama bagian 3'.
" Aku cukup terkesan dengan apa yang kau katakan tadi, tidak kusangka akan ada seorang anak seusia seperti mu bisa berpikir maju seperti ini. Tidak, Mungkin banyak dari murid sekolahan seusia seperti mu yang mampu melakukan apa yang telah kau lakukan selama ini, jadi jangan patah semangat. " Katanya dengan senyuman tipisnya itu.
" Ibu tidak perlu memujiku seperti itu, ini juga termasuk kerja keras dari kedua orang tua ku yang telah membesarkan ku dengan baik. "
" Ya… kau benar, tanpa dukungan dari orang tua, impian serta apa yang ingin kau capai semua itu tidak akan terwujud, aku juga ingin menjadi orang tua seperti itu. "
Diwajahnya tersirat perasaan yang dipenuhi dengan harapan untuk menjadi orang tua yang baik bagi anaknya, namun… semua itu tidak akan terwujud jika semua yang kau lakukan kepada anakmu tidak kau perbaiki.
Maafkan aku…
" Menjadi orang tua seperti itu? Apa ibu sedang bercanda?. "
Aku pun mengubah nada suara ku, yang awalnya ceria menjadi dingin tak berperasaan. Sudah aku bilang bukan? Mengatur rute seperti ini dan mendapatkan scene yang aku cari adalah hal yang mudah bagiku untuk dilakukan.
" Bi-bisakah kau katakan lagi? Mungkin aku salah dengar. "
" Kau… tidak akan pernah bisa menjadi orang tua seperti yang aku katakan tadi, kenapa? Karena… kau telah melakukan dosa yang besar sebagai seorang ibu. "
" Apa ini? Apa kau masih belum percaya kepada ku?. " Tatapnya dingin kepadaku.
Setelah dia berbicara seperti itu, aku mengeluarkan 2 lembar dokumen yang dibalut dengan amplop coklat, aku pun melemparkan kedua dokumen itu ke atas meja yang berada di depan kami berdua.
" Yohiko Rina, bisakah kau memberitahu kepada ku siapa dia?. "
" Rina? Dia hanya- "
" Pembantu di rumah ini? Jangan beralasan lagi Hana-san… kedua anak itu... Adalah putri mu bukan? Kashiwagi Rena dan juga Kashiwagi Rina… kakak dari Rena. "
Ibu dari kedua anak itu yang bernama Kashiwagi Hana mengambil kedua dokumen tersebut dan membukanya. Setelah melihat isinya dengan seksama dia melemparkannya kembali ke meja dan berkata.
" Kenapa dengan kedua biodata ini? Apa hanya karena mereka mirip satu sama lain kau menganggap si Rina ini anakku?. "
" Kau adalah orang tua yang terburuk yang pernah aku temui selama ini, tidak menganggap anakmu sendiri itu adalah hal yang paling membuatku muak. "
" Sudah aku bilang tidak ada bukti yang kuat bukan? Jadi aku harap kau tidak membahas masalah ini lagi, apa kau paham?. "
Setelah mendengar hal itu, aku pun bergerak maju dan melemparkannya kedua dokumen itu ke atas dan memegang dagu Hana-san.
" Dengar ini… Hana-san… yang aku inginkan hanyalah satu, katakan apa hubungan mu dengan Rina? Apa dia adalah anakmu atau bukan, itu saja… tidak sulit bukan?. "
" Kau tidak tahu berurusan dengan siapa saat ini?. "
" Aku tahu itu, tapi dengarkan ini dengan seksama, aku bisa melakukan apapun sekarang kepadamu, sampai Rena kembali kemari. "
" Kau sungguh berani mengancam ku seperti itu meskipun kau masih duduk di bangku sekolah, dasar bocah. Baiklah… Kalau aku bilang iya, apa yang akan kau lakukan setelah itu?. "
Aku pun kembali duduk kembali dan menyandarkan tubuhku dengan menghela napas panjang untuk mengeluarkan kekesalan ku tadi.
" Tidak begitu penting, aku hanya ingin meluruskan masalah dari kedua putrimu itu saja dan tidak lebih. "
" Baiklah aku mengerti apa yang kau inginkan, katakan… berapa yang kau minta untuk menutup mulutmu itu. "
" Apa?. "
" Apa kau tidak mendengarkan? Berapa yang kau minta agar kau bisa menjaga mulutmu itu. "
" Apa yang kau katakan? Aku tidak butuh uang mu, yang aku butuhkan adalah informasi yang berguna untuk menyelesaikan permasalahan dari kedua putrimu itu. "
" Maaf saja bocah… tapi aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi begitu saja, Rena harus tidak tahu tentang hal ini sampai kapanpun. "
" Apa kau yakin dengan itu semua. " Kataku dengan sedikit terkejut.
" Ya akan aku lakukan, tapi… aku ingin tahu… apa sebenarnya hubungan kau dengan Rina? Oh… jangan-jangan kalian berdua ingin menjatuhkan nama Rena agar anak itu bisa menggantikan posisi Rena sebagai seorang artis?. "
" Tutup mulut mu Hana-san!!. "
Aku pun membanting meja dengan amarah ku yang tidak terkendali, kenapa… kenapa aku bisa merasakannya… kekesalan ini… ini sama saja seperti waktu itu… saat Kuruna yang tengah sedang menghadapi masalahnya. Aku ingin memukulnya aku ingin membuatnya menderita… aku ingin… membuatnya sadar, ibu dari kedua anak itu, Hana-san.
Ya… aku ingin melakukan semua itu kepadanya.
" Hana-san… sudah cukup… aku mohon… jangan sampai aku bertindak yang tidak-tidak kepadamu nanti… tolong… jangan membuatku marah.. " Kataku dengan mengepalkan kedua tanganku untuk meredam amarahku saat ini.
Ini berbahaya, aku tidak boleh lepas kendali. Jika aku lepas kendali begitu saja, maka rute yang bisa aku lihat adalah ending yang tak begitu bagus.
" Baiklah sudah cukup… pergilah dari rumah ini dan jangan pernah kembali, aku harap kau bisa mengerti… " Katanya dengan tangan kanannya yang ingin mengambil majalahnya kembali. Namun sebelum ia sempat memegang majalah itu aku pun berkata.
" Kau akan menyesalinya nanti Hana-san… " Kataku dengan mengeluarkan smartphone milikku dari balik jas yang aku pakai.
Seketika itu raut wajahnya menjadi terkejut tak percaya dengan apa yang telah aku lakukan selama ini. Ya… memang benar, aku merekam semua pembicaraan ini, seharusnya seperti itu tapi… karena percakapan ini sedikit tidak penting maka aku tidak perlu merekamnya segala karena bisa menghabiskan memori smartphone milikku.
Ini hanyalah bentuk ancaman dari ku, bisa dikatakan opsi ini ada pada saat Hana-san membicarakan hal yang seharusnya tidak aku dengar. Dan dari ini semua… kemungkinan ini adalah pilihan terakhir ku, jika Hana-san tahu bahwa aku tidak merekam pembicaraan kami tadi maka aku telah gagal untuk pertama kalinya.
" Ceritakan semuanya kepadaku… awal dari semua sandiwara ini. " Ancamku dengan memperlihatkan smartphone milikku.
" Memang tidak ada bedanya, bisa aku katakan kau sama saja dengan wartawan yang pernah mengancam ku. Baiklah… aku akan menjawab semua pertanyaan yang kau mau, kau tahu kan apa yang harus kau lakukan selanjutnya setelah aku menjawab semua pertanyaan mu itu?. "
" Tentu saja… aku tidak pernah berbohong jika masalahnya seperti ini, kita sepakat. " Kataku menyetujui persyaratannya.
Aku pun meletakkan smartphone milikku diatas meja, namun suara lembut yang penuh dengan kemarahan itu terdengar.
" Apa kau juga berniat untuk merekam pembicaraan kita?. " Katanya dengan alis kanannya berkedut serta senyuman tipis itu.
" Tidak, aku tidak akan merekamnya, sejujurnya aku mempunyai rencana yang lebih mudah dipercaya oleh mereka berdua daripada suara dari perekam smartphone ini. Baiklah.. yang ingin aku tahu adalah… bagimu… Rina adalah siapa?. "
" Sudah aku bilang tadi kan? Dia aku anggap sebagai salah satu pembantu yang menumpang di rumah ini, tidak lebih dari itu. "
Dia masih sama seperti tadi, aku tidak habis pikir dengan perempuan satu ini. Kenapa… kenapa dia sebegitu bencinya dengan Rina? Apa salah Rina hingga bisa membuat ibunya sendiri tidak menganggap Rina sebagai anaknya. Aku… sudah tidak tahan lagi.
" Saat mereka berdua lahir… bagaimana perasaan mu waktu itu?. " Kataku dengan menggigit bibir bawahku dengan perasaan kesal yang sedang menyelimuti ku.
" P-pertanyaan macam apa itu? Bisakah kau memberikan pertanyaan selain itu?. "
" Saat kau mendengar mereka berdua menangis sewaktu dilahirkan di dunia ini, bagaimana perasaan mu?. "
" Mau sampai kapan kau membahasnya, berikan aku pertanyaan yang lain, contohnya- "
" Bisakah kau mengingatnya!!!. " Potongku dengan amarah yang tak bisa kubendung lagi.
Dia terkejut saat melihat wajah ku, tapi keterkejutan itu sirna ketika aku meneteskan air mata. Aku juga terkejut dengan apa yang sedang terjadi kepadaku dan juga dengan air mata ini
Dadaku terasa sesak saat, aku tidak bisa menahannya lagi… kenapa bisa seperti ini? Keluarga ini… kenapa harus menjadi seperti ini? Apa yang telah mereka perbuat sehingga bisa mendapatkan takdir seperti ini? Ah… tidak lagi… kenapa harus sekarang… ini semua… plot untuk sang tokoh utama…
Ini benar-benar menjengkelkan, kenapa harus aku yang menjadi pemeran tokoh utama di kehidupan mereka semua. Apa ini sebuah kutukan agar aku tidak bisa menjauhi berbagai masalah?. Ini benar-benar tidak adil sama sekali.
Tapi… saat ini tidak ada jalan mundur lagi untuk ku bukan?.
" Bisakah kau mengingatnya Hana-san… disaat mereka menangis pertama kalinya, disaat kau memeluk mereka berdua, disaat kedua tangan mungil mereka menggenggam jari - jemarimu… bisakah kau mengingatnya… "
" Diamlah… ini semua bukan urusanmu anak muda… ini adalah masalah keluarga ku, kau tidak perlu ikut campur. "
" Jadi jawabannya kau sama sekali tidak bahagia?. "
" Diamlah… "
" Semua ini hanya sebuah rekayasa yang kau buat?. "
" Aku bilang diam anak muda… "
" Apakah semua kenangan yang kau buat dengan semuanya hanyalah sebuah kebohongan belaka!?. Rina!!! Rena!!! Dan juga Suami mu!!! Apakah ini semua hanya kebohongan belaka!!!?. "
" Sudah cukup!!!. "
Suara yang keras bagaikan jeritan itu bergema di kedua telinga ku dan tiba - tiba di sekitar kami menjadi hening tanpa ada suara sedikitpun. Aku pun tersadar dan mulai memperhatikan ke atas tangga berharap agar Rena tidak turun saat mendengar suara ibunya yang histeris tadi.
Setelah mengeceknya aku pun menghela napas panjang dan mulai memperhatikan Hana-san yang tertunduk dengan sekujur tubuhnya yang gemetaran dan dengan melihat hal itu membuatku sedikit merasa bersalah. Mungkin aku sudah kelewatan, aku harus meminta maaf kepadanya.
" Aku bahagia… "
Eh? Dia menjawabnya…
" Aku sangat bahagia… saat mereka berdua terlahir, waktu itu aku merasa bahwa dunia baru telah dibuka untukku. "
Mendengar hal itu aku menyandarkan tubuhku dengan sedikit menundukkan kepalaku dan mendengarkan apa yang Hana-san katakan dengan seksama. Aku mengharapkan sebuah informasi yang membuatku bisa menyelesaikan masalah kedua putrinya. Dan itu adalah prioritas yang harus aku utamakan namun, apa salahnya untuk mendengarkan isi hati perempuan ini.
" Aku mengelus kepala mereka berdua dengan perlahan agar mereka tidak bangun dan menangis, ayahnya juga melakukan hal yang sama denganku… sungguh membuatku bahagia saat keluarga kami berkumpul seperti itu. "
" Aku bisa melihatnya… sebuah keluarga kecil yang berkumpul dengan mencurahkan semua kasih sayangnya kepada mereka yang dianggap segalanya. "
" Ya… aku juga bisa mengingatnya senyuman mungil nya serta kenakalan mereka berdua perbuat pada saat masih duduk di sekolah dasar waktu itu, sungguh membuatku merasa senang… "
Aku tidak bisa berkata apa-apa saat ini, aku juga tertarik dengan cerita keluarga mereka yang sebenarnya, dimana sebuah kebohongan ini dimulai… dan tentang siapa dalang penyebab semua kebohongan ini.
" Tapi pada suatu hari… suami ku mulai menaruh perhatian lebih kepada Rina, dia sangat memanjakannya serta berbuat segala hal agar putri nya itu senang, ini adalah awal mula semua kebohongan dimulai… dosa yang telah aku perbuat dan dosa yang telah suami ku buat. "
Sebuah dosa ya… mungkin itu adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan perbuatan Hana-san karena telah membuat mereka saling bermusuhan meskipun mereka berdua bersaudara. Dosa sebuah orang tua… dosa apa yang telah mereka perbuat?.
" Setelah melihat hal itu aku juga mulai merasa kasihan kepada Rena, jadi aku yang selalu menemaninya dan selalu mengajaknya bermain disaat suamiku sibuk dengan Rina, tidak ada kontak diantara kami berdua pada saat itu, mungkin kontak yang kami lakukan hanya pada saat makan ataupun kegiatan umum keluarga seperti piknik ataupun liburan. Sungguh ironis sekali keluarga ini, kedua putriku seperti dihadang oleh dinding tebal yang telah kami berdua buat agar mereka tidak saling mengenal satu sama lain. "
Dinding yang diciptakan karena keegoisan mereka sendiri untuk kedua anaknya. Hal bodoh macam apa itu? Kenapa mereka tidak menyadarinya tentang perbuatan yang mereka lakukan kepada kedua putrinya bisa menimbulkan hal buruk di kedepannya nanti. Atau jangan-jangan mereka sengaja?.