BAB 2
Rose tak pernah tahu apa itu kamar spesial yang dikatakan kepala panti. Memang setiap anak yang menurut dan membuat kepala panti senang, pasti mendapatkan hadiah es cream atau kue di kamar ujung yang isinya besar dan ada AC.
"Ayo Rose, kamarnya di ujung. Sudah ada ice cream dan kue di sana," ucap Hansen sang kepala panti.
Raut wajahnya menyeringai, Rose yang masih polos tak tahu apa yang akan menimpanya. Semua anwk panti yang pernah masuk kamar special itu menjadi berubah. Entah menjadi lebih periang, atau justru menjadi pemurung. Bahkan ada yang kabur dari panti tanpa sebab yang jelas.
Melihat pintu kamar yang berwarna merah, membuat Rose terdiam dan berhenti di depannya. Rasa ragu kembali menyeruak. Namun, apa daya diusia tujuh tahun, dia belum paham hal itu.
Hari-hari berlalu dengan mengerikan. Rose kehilangan keceriaannya (lagi). Hanna tidak paham dengan kamar spesial itu. Kesibukannya mengurus panti bersama ketiga pegawai lainnya membuat celah seorang predator berkedok kepala panti merajarela.
Anak-anak yang pernah masuk ke kamar spesial, memang berubah. Mereka di sana seminggu dengan alasan berprestasi atau semacamnya. Mendapat makanan enak dan mainan baru selama seminggu dalam pengawasan Hansen langsung.
Ternyata mereka diperdaya untuk memuaskan napsu Hansen. Predator kejam yang merusak masa depan anak-anak panti. Perilakunya belum tercium khalayak ramai. Hanna memang mencurigainya, tapi masih dibatas soal keuangan.
Rose meringis kesakitan. Tubuhnya yang kecil gemetar ketakutan. Tak berani membantah perkataan kepala panti, dia pun mengikuti semua perintahnya. Pencabulan itu berlangsung empat hari berturut-turut. Hari ke lima hingga ke tujuh, Rose dibiarkan begitu saja sebelum akhirnya kembali ke kamar bersama anak-anak yang lain.
Pertanyaan pun banyak diajukan teman-teman sekamarnya.
"Rose, senang ya di kamar spesial?"
"Cerita dong, kamu makan kue apa aja? Permen juga banyak ya?"
"Rose, gimana cara bisa jadi spesial?"