Setangkup doa telah anak-anak asrama excellent langitkan pada Sang Pencipta. Banyak yang sudah keluar musala, sebagian masih di dalam, mengaji. Pak Sam dan Bu Sam berzikir dengan untaian tasbih di sela jemarinya. Dewi celingukan tidak menyadari kepergian Hanina di sampingnya. Hanina sedang mengambil tas di pojokan, ia mengatakan sesuatu tapi, tidak terdengar suaranya.
“Aku duluan.” Dewi memahami gerak bibir Hanina.
Hanina menata dirinya di depan kaca jendela musala. Air wudu membuatnya lebih segar, rasa lelah telah pudar. Bayangan poin pelanggaran yang memalukan telah sirna. Tersisa cahaya mata indah yang memancarkan keceriaan.
Ia kembali kikuk, beku, dan grogi, saat melihat motor yang terparkir paling samping, supaya mudah untuk diambil. Ia mundur pelan dan siap menuju seberang jalan. Jalan raya depan asrama Hanina, tepat di belokan dan jalannya agak menanjak. Namun Hanina lincah menyeberang, menunggu seseorang di depan warung makan Bu Sum.
Penjual angkringan depan warung Bu Sum, mulai menata nasi bungkus kecil, para penikmat angkringan biasanya bisa sampai tiga bungkus dalam sekali lahap. Hanina memesan dua susu coklat bercampur jahe di angkringan yang masih sepi. Aroma jahe menguar dari dua gelas kertas yang sudah tersaji. Hanina menatap jauh ke arah jalan raya, tak ada sosok yang ia nanti di sana. Ia memberi tiupan kecil pada minumannya, menyesap susu jahe hangat, menenangkan diri. Satu gelas lainnya, ia masukkan dalam kantong plastik warna bening yang menggelantung di gerobak angkringan.
Anak-anak asrama excellent mulai keluar asrama. Lagi-lagi ia khawatir, jika ada Novita atau Dewi atau anak asrama lainnya mendapati Hanina di depan asrama. Apalagi melihat Hanina bertemu Rayyan di sini, bisa jadi bahan gosip baru di asrama. Anak-anak asrama kompak banget, tapi sayangnya satu berita mudah tersebar ke semua anggota.
Samar namun pasti, Rayyan melangkah mendekati Hanina. Garis senyum bahagia Rayyan semakin jelas.
“Terima kasih banget.” Hanina melempar senyum dan hendak segera berlalu.
“Ini apa?” Pertanyaan Rayyan mencoba menghentikan Hanina.
“Sebagai penyemangat, saat pemilihan ketua BEM di hari Jumat.” Senyum Hanina manis, mungkin karena ada gigi taring lancip di rahang atas Hanina.
“Terima kasih bolak-balik nih.”
Hening, Rayyan belum ingin segera beranjak. Hanina melempar pandangannya ke gerbang di seberang jalan, khawatir ketahuan teman asramanya.
“Boleh minta nomor WhatsApp?” Ada getaran ragu dari suara Rayyan.
Hanina berubah mood 180 derajat. Ia kira, Rayyan sang penyelamat yang hadir di saat yang tepat. Kebaikan Rayyan nggak tulus ternyata menyimpan modus. Rayyan tidak ada bedanya dengan cowok-cowok lain. Hanina mengeluarkan kertas dari dalam tas, menulis barisan angka, 081 740 591 79 aloga.
“Tanda tanganmu, aneh juga.” Rayyan lebih tertarik dengan coretan terakhir yang ia kira tanda tangan.
Hanina berlalu tanpa pamit, mendung menyapa kalbu. Air matanya menggenang. Ia kecewa untuk apa tanya nomor WhatsApp segala, Rayyan ternyata sama saja.
Dahi Rayyan berkerut, ia lirik sekali lagi pemilik tanda tangan aneh di sampingnya. Wajahnya dilipat, tiba-tiba menjadi sedih bercampur marah. Ada guratan galak di wajah Hanina, tapi Rayyan mencoba melihat hanya manisnya saja. Rayyan tetap bergeming, membiarkan Hanina menoleh ke kanan lalu ke kiri, mengambil jalan aman untuk menyeberang.
Rayyan telah menerima takdir Tuhan, matanya diciptakan untuk mengiringi kepergian Hanina. Ia sudah menyiapkan wajah senyum paling tampan saat Hanina menoleh. Ia menghitung ala aktor di film layar lebar, langkah Hanina semakin berayun seolah tidak peduli ada Rayyan di belakang, menunggu kepala Hanina berputar seratus dua puluh derajat, menoleh Rayyan meskipun hanya sekejap.
“Dua belas, tiga belas, empat belas,” Rayyan berbisik. Tidak ia ijinkan matanya berkedip sedetik pun.
“Rayyan,” teriak seseorang memanggilnya di seberang jalan. Gadis putih berpipi bulat sama seperti kaca mata yang menggantung di hidung, melambaikan tangan ke arahnya.
Gadis itu memastikan lagi, “Rayyan?”
Rayyan membawa motornya, menyeberang tepat di depan gerbang excellent. Ia menghampiri tiga gadis berjilbab di seberang jalan.