Pagi itu Narama pergi lebih dulu ke area yang menurutnya aman untuk membuat permukiman baru. Aku menyusulnya kemudian bersama Leaf. Aku menaburkan serbuk ajaib sedikit padanya, agar mudah mengajaknya terbang bersamaku. Leaf sedikit takut saat kakinya pertama kali menginjak udara. Ia meremas tanganku dengan erat. Beberapa detik kemudian ia tampak takjub. Aku tersenyum melihat ekspresi wajahnya. Lucu.
Narama memberikan tatapan yang tidak menyenangkan padaku ketika aku tiba. Ia buru-buru menarik tangan Leaf untuk segera menjelaskan tentang area yang ia pilih. Aku hanya mengedikkan bahu. Aku terbang lagi untuk menjemput Root.
Ketika aku datang bersama Root, sepertinya Leaf baru saja menolak lokasi pertama yang dipilih Narama. Leaf menjelaskan singkat pada Root dan ternyata Root juga menolak tempat itu. Akhirnya kami berempat terbang menuju lokasi kedua. Kali ini Narama yang menggandeng Leaf lebih dulu, jadilah aku terbang dengan Root.
Lokasi kedua masih mendapat penolakan. Narama menawarkan lokasi ketiga.
“Lokasi yang satu ini dekat dengan tempat kalian yang tergenang air. Dan sekarang ada beberapa katak yang hilir mudik disana.” Aku menjelaskan.
“Aku akan pergi kesana lebih dulu untuk membereskannya. Setelah itu kalian bisa menyusul.” Narama pergi setelah aku menyetujuinya.
Aku mencari sesuatu untuk membawa terbang Root dan Leaf bersamaan. Saat terbang aku tidak bisa membiarkan kedua tanganku penuh. Tangan kananku harus tetap bebas agar ketika ada sesuatu hal terjadi, aku masih bisa menggunakan salah satu tanganku itu untuk melindungi diri.
Aku memotong rumput yang lumayan panjang. Membuang bulu-bulu halusnya agar tidak melukai kulit. Rumput liar memiliki permukaan yang berbulu dan bisa melukai kulit jika kita menyentuhnya dengan tangan telanjang. Leaf berdecak kagum melihatku melakukannya menggunakan tangan kosong, tentu saja aku melakukannya dengan sihir. Itu kemampuan dasar bangsa kami.
“Ini bukan pertama kalinya aku melihat bangsa kalian menggunakan sihir. Namun aku tetap terpesona.” Itulah yang dikatakan Leaf saat aku menyerahkan seutas rumput yang sudah kutaburi serbuk ajaib padanya.
Aku hanya mengedikkan bahu dan menyunggingkan senyum paksa.
“Kalian harus memegangnya dengan erat. Sebentar lagi kita harus menyusul Narama.” Kataku.
Aku memperkirakan waktu yang dibutuhkan Narama untuk membereskan lokasi ketiga. Namun ketika aku terbang bersama Leaf dan Root, ternyata Narama belum selesai. Aku melihatnya yang masih menyingkirkan katak terakhir. Aku menunggu beberapa waktu di atas, sambil mengamatinya. Aku seperti melihat pertunjukan seorang makhluk mempesona sedang melawan katak yang tidak ada apa-apanya. Itu terlihat keren di mataku.
Saat aku menengok ke samping, aku menyadari bukan hanya aku yang terpana melihat pemandangan di bawah. Ekspresi Leaf dan Root lebih luar biasa. Mereka terlihat sangat takjub. Tanpa sadar aku tertawa.
“Kenapa?” Leaf bertanya.
“Kita seperti penonton yang menyaksikan peperangan seru antara dua makhluk.”
Root ikut tertawa. “Tidakkah kita seharusnya membantunya? Kenapa kita malah menontonnya.” Ia berkata di sela tawa.
“Kita hanya akan merepotkannya. Biarkan ia melakukannya sendiri.” Kataku.
Tidak lama. Narama telah selesai dengan katak itu. Aku turun, sambil memastikan jika keadaan telah aman sepenuhnya. Narama terlihat lelah. Ia tersenyum padaku masih dengan nafasnya yang belum teratur. Aku balas tersenyum. Hampir tertawa.
“Kau keren.” Root menepuk pundak Narama.
Kurasa keren bukanlah kata yang tepat untuk memuji Narama saat ini. Tapi aku tidak menimpali.
Setelah melihat-lihat sebentar. Akhirnya Root dan Leaf menyetujui untuk mendirikan pemukiman disini. Sementara Narama membersihkan lokasi dibantu Leaf dan Root, aku pergi untuk menandai lokasi baru mereka.