Sepertinya langit benar-benar mendengar permohonanku. Hujan deras mengguyur Fairy realm. Aku dan Lea yang sedari tadi berada di area persinggahan sekarang tak bisa kemana-mana. Jam makan siang akan segera dimulai.
“Aku lapar.” Lea sudah terkapar di lantai. Dia akan berubah menjadi menyebalkan jika sedang kelaparan.
“Aku akan terbang turun.” Kataku tidak memperdulikan rintihan kelaparannya.
“Kau gila?” Lea masih berbaring. Tidak menganggap kalimatku serius.
Baru setelah aku terbang dia berteriak-teriak panik.
“Eriva... Kau gila.”
Tetes air sudah mengguyurku yang tidak menggunakan apapun untuk memayungi diri. Tidak butuh waktu lama untuk membuatku terjatuh. Aku terjatuh tentu saja. Guyuran air yang begitu deras membuat sayapku basah. Aku tidak bisa memaksa sayap tipisku itu melawan terjangan air hujan. Jika memaksakan diri sayapku bisa terkoyak.
Saat aku terjatuh, aku masih bisa mendengar teriakan Lea. Dia sudah menyusulku terbang di tengah guyuran hujan.
“Kau gila.”
Menurutku dia lebih gila. Dia sudah tahu jika aku gila tapi masih saja mengikutiku.
Mereka yang menempati area persinggahan di bawah juga berteriak kaget melihatku terjatuh dari ketinggian. Di tambah Lea yang akhirnya ikut terjatuh bersamaku.
Sebelum tubuhku menyentuh tanah, aku segera menyihir salah satu daun untuk menangkap tubuhku. Aku menarik daun yang cukup lebar di bawah sana. Cukup untuk aku dan Lea. Daun itu melayang beberapa senti dari atas tanah.
Buk. Aku tertawa ketika tubuhku sepenuhnya menyentuh permukaan daun. Rasanya cukup mengejutkan.
Buk. Kali ini Lea terjatuh tepat di sampingku. Sayangnya posisinya tidak terduga. Kepalanya ada di samping kakiku. Sementara salah satu kakinya menyentuh wajahku.
“Aaahhh.” Aku segera menyingkirkan kakinya itu.
Tak kusangka aku mendorongnya lumayan keras. Tubuhnya justru terpelanting dan jatuh ke atas tanah.
“Eriva!!!!” teriakannya nyaring sekali. Bahkan gemuruh hujan kalah oleh teriakan Lea.
Aku melongokkan kepalaku untuk melihat kondisinya. Dan tertawa terbahak bahak.
Lea jatuh tepat di genangan lumpur. Wajahnya sempurna berwarna coklat. Sepertinya wajahnya ternggelam lebih dulu ke dalam lumpur. Ia terlihat seperti memakai topeng. Wajah cantiknya tertutup sempurna.
“Hahahahahaha.”
“Huhuhhuhuhuu.”
“Heehhehhehehe.”
“Kakakakaka.”
Bencana. Mereka yang mengisi area persinggahan bawah melihat ke arah kami. Tidak, tepatnya mereka sedang melihat ke arah Lea. Dan menertawakannya. Aku segera menyumpal mulutku. Menahan tawa sebisa mungkin. Sebentar lagi Lea akan membunuhku.
Aku segera meloncat ke bawah. Lupa bahwa ada genangan lumpur di sana. Sempurna. Terniat untuk segera melarikan diri dari hadapan Lea, aku justru menginjak lumpur dan lumpur itu terciprat dengan tepat ke wajah Lea. Beberapa cipratan masuk kemulutnya. Membuatnya terbatuk-batuk.
“Hahahahahaha.”
“Huhuhhuhuhuu.”
“Heehhehhehehe.”
“Kakakakaka.”
Gemuruh tawa itu kembali terdengar.