I'm Sorry...

Via S Kim
Chapter #12

Winter

“Gadis yang berwarna hijau, dengan rambut panjang hijaunya itu siapa?” aku berharap tidak ada kalimat atau nada yang mencurigakan.

Keandra tampak berfikir sejanak. “Ah dia... Winter. Maksudmu gadis hijau yang rambut panjangnya diikat di belakang kan?”

Winter? Namanya asing, namun terdengar indah.

“Winter? Musim dingin?” Lea bertanya bukannya tidak tahu. Dia mungkin merasa bahwa nama itu memang terdengar asing.

“Iya.”

Hujan di luar belum berhenti. Namun sudah sedikit mereda.

“Kau masih mendapat giliran makan pertama?” aku mengalihkan topik pembicaraan. Tidak ingin membahas Winter lebih banyak. Walau sebenarnya aku sangat penasaran.

“Em.” Keandra mengangguk-angguk.

“Aku mau pergi ke kafetaria dekat kantin. Mau ikut?” aku beranjak berdiri. Menaruh wadah minumanku yang sudah kosong pada tempatnya.

“Aku akan pergi nanti saja. Malas menerobos hujan.” Jawab Keandra.

“Kau tidak menawariku Eri?” Lea manyun. Aku memang hanya menawari Keandra tadi.

Aku hanya mengedikkan bahu. “Aku pinjam ini ya.” Aku merentangkan kain yang di berikan Keandra tadi. Setelah ia mengangguk menyetujui, aku melapisi kain itu dengan sihir. Menaburkan serbuk sihirku juga. Aku akan mengunakannya untuk memayungiku.

“Aku ikut denganmu.” Lea mengeluarkan nada manjanya. Menyusulku yang sudah membuka pintu. Ia memilih berdesakan denganku menggunakan satu kain. Ia sudah mengembalikan kain yang ia pakai tadi pada Keandra.

“Sampai jumpa.” Lambaiku pada Keandra. Ia membalasnya singkat.

Lea memelukku erat sekali. Tidak mau tetes air hujan mengenai tubuhnya. Aku harus bersusah payah terbang berdekatan dengannya.

“Seharusnya kau membawa payung sendiri.” Aku mengeluh.

Namun sebenarnya, karena aku tidak terbang tinggi, tetes air yang jatuh pun tidak begitu banyak. Jadi tidak banyak air hujan yang mengenai kami.

.

Kukibas-kibaskan kain milik Keandra itu. Menghilangkan sisa sihir yang menempel. Kubungkus badanku dengan kain tersebut, hangat. Lea cemberut di sebelahku.

“Seharusnya aku juga membawa kain sendiri tadi.” keluhnya.

“Siapa suruh kau mengembalikannya.” Aku mengabaikan Lea yang masih cemberut. Pergi untuk memesan sesuatu yang hangat.

Belum lama aku duduk sambil menikmati minuman hangat dan sedikit cemilan, mataku menangkap sosok Narama. Ia menyisir rambut hitamnya yang sedikit basah dengan jari. Mata kami bertemu.

Ia berjalan mendekat, aku hanya mematung. Seperti menunggu sosoknya yang kian mendekat.

Ia tersenyum. Senyum khas miliknya. “Eri. Kau sudah tidak apa-apa?” ada raut cemas di balik senyumnya. Tatapan cemasnya yang menyapuku dari ujung kaki hingga ujung kepala terlihat menyakitkan.

Lihat selengkapnya