Auuuuuuuuuu
Lolongan panjang itu memekakkan telinga, bergema.
Auuuuuuuuuuu
Auuuuuuuuuu
Kini suaranya bersahut-sahutan. Suara lari yang mendekat. Serigala-serigala itu menuju kemari. Itu artinya aku tidak boleh terbang lebih rendah. Keberadaanku sekarang pasti sangatlah mencolok. Aku tidak bisa terbang cepat jika tidak menggunakan serbuk sihir. Aku tidak bisa bersembunyi karena terlalu takut dengan bahaya yang menungguku di balik ranting-ranting pepohonan.
Wuush
“Ah.” Suara sabetan angin di belakangku membuatku reflek menghindar. melakukan menuver ke atas.
Wussh
Sekali lagi, aku melakukan manuver ke samping kanan, lalu kiri, bawah, atas lagi.
Aku menengok ke belakang dengan cepat setelah memastikan tidak ada pohon atau apapun di depanku. Kelelawar itu persis ada di belakangku. Sangat dekat hingga ia bisa kapan saja meraihku.
Wuush
Aku bermanuver lagi, sambil memutar tubuhku menghadap kelelawar itu.
Kuacungkan tangan kananku, dengan telapak tangan menghadap ke depan “Aeroramapara!”
Gelembung itu terbentuk, persis di depan kelelawar. Kali ini gelembungku tidak berbentuk bulat, namun berbentuk seperti tameng. Karena aku memunculkannya tiba-tiba, kelelawar itu tidak sempat menghindar. ia menabraknya dengan keras. Terpental kebelakang. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya karena sedikit pusing. Jeda waktu itu kumanfaatkan untuk terbang menjauh. Masih tidak tahu apakah laju terbangku benar.
Auuuuuuuu
Di bawah sana sudah ada serigala yang menungguku. Ikut berlari mengejarku. Untuk saat ini ketinggianku masih aman. Mereka tidak bisa menggapaiku. Entah ada berapa jumlahnya, tapi aku yakin itu lebih dari tiga ekor. Aku tidak bisa melihat mereka, terlalu gelap. Tapi sungguh mengagumkan karena hewan-hewan di hutan ini bisa melihat dengan baik dalam kegelapan. Mungkin karena mereka sudah terbiasa. Ini adalah habitat asli mereka.
“Aeroramapara!” kurapalkan mantra itu sekali lagi saat aku merasa si kelelawar sudah dekat. Sekali lagi ia menabrak dan terpental ke belakang. Sepertinya setelah ini ia akan sangat marah padaku.
Sebelum kelelawar itu marah dan memanggil kawanannya atau apalah yang akan menyulitkanku, aku harus membuat rencana. Aku tidak bisa terus dikejar-kejar seperti ini hingga pagi hari. Aku tidak bisa bertahan lebih lama.
Aturan di hutan ini masih sama dengan di taman raksasa. Tidak boleh membunuh. Walau sebenarnya di manapun dan ke manapun aku pergi tidak sekalipun aku membunuh. Tidak pernah karena membunuh bukanlah suatu penyelesaian masalah. Kalaupun mendapat penyerangan atau gangguan, hal paling jauh yang Bayudra dulu lakukan hanya membuat makhluk-makhluk pengganggu itu pingsan, sementara aku hanya sedikit membantunya. Sama dengan yang Narama lakukan pada katak di taman raksasa. Itupun dilakukan bukan dengan senjata. Tepatnya belum pernah. Karena sebenarnya melukai mereka dengan senjata itu diperbolehkan asal tidak sampai membuatnya terbunuh.
Dan sekarang jika aku ingin melawan kelelawar itu, aku butuh senjata. Aku tidak punya teknik sihir untuk bertarung yang bisa diandalkan. Satu-satunya cara adalah melawannya dengan senjata.