Air danau itu memang belum sepenuhnya menguning. Cairan kuning itu seperti minyak yang tumpah di air. Namun tidak sama dengan minyak yang akan terpisah oleh air, cairan kuning ini justru akan melebur bersama air jika berada terlalu lama di sana. Dan airnya akan sepenuhnya menguning. Untuk area tempat aku dan Narama mulai melakukan penyelaman, airnya belum sepenuhnya menguning. Masih ada beberapa sisi yang jernih.
Karena serbuk sihir yang keluar dari pori-pori kulitku, cairan kuning itu menyingkir dengan sendirinya ketika kulewati. Berbeda dengan Narama yang harus menaburkan serbuk sihir dari kantong serbuk untuk membuat jalan.
“Berhati-hatilah.” aku mengingatkan Narama.
Ia mengangguk.
Racun kuning itu sangat berbahaya. Sedikit saja mengenai kulit kami, itu akan berdampak besar. Kami bisa mati jika cairan itu mengenai kulit kami dengan jumlah tertentu.
“Sepertinya aku tahu dimana para peri penjaga tempat ini bersembunyi.” Kataku. Melihat sesuatu di kejauhan.
Narama menoleh. Melihat wajahnya dan caranya menarik nafas, sepertinya dia masih baik-baik saja dengan kedalaman airnya. Aku belum perlu melakukan teknik membantunya bernafas dalam air.
“Dimana?” Narama mencari-cari.
“Di depan sana.” Aku menunjuk terumbu karang dengan warna-warni yang cerah. “Ada gelembung yang menyelimuti terumbu karang itu.”
Narama menoleh padaku, terlihat bingung. “Yang kulihat hanya terumbu karang biasa.”
“Ada gelembung air yang menyelimuti terumbu karang itu. Seperti gelembung yang kubuat saat di taman raksasa waktu itu.”
Kami berenang mendekati terumbu karang berwarna-warni tersebut, walau Narama masih mengatakan jika ia tak melihat gelembungnya.
Aku berhenti tepat di depan lapisan gelembung transparan, menarik tangan Narama agar ikut berhenti. Karena ia hampir saja menabrak lapisan gelembungnya.
“Kau benar-benar tidak melihatnya?”
“Melihat apa? terumbu karang?”
“Lapisan gelembungnya.” Aku menunjuk lapisan tipis itu hingga jariku hampir menyentuhnya. Ada aliran listrik yang terasa di sekitar lapisan tersebut, walau tanganku belum sepenuhnya menyentuhnya.
“Aku tidak melihat apa-apa. Mungkin memang hanya kau yang bisa melihat karena kau adalah healer.” Narama berkata dengan santai.
“Tapi kau melihat gelembung yang kubuat. Jika hanya healer yang mampu melihat lapisan gelembung ini, itu berarti ini sangat hebat. Siapapun yang membuatnya pasti sangat keren.” Aku takjub. Berenang menyusuri lapisan gelembung tipis itu. Namun baru sebentar, aku sudah kembali. Aku tidak sampai memutari gelembung itu, karena ukurannya lumayan besar.
Narama hanya menungguku.
“Ini benar-benar keren.” Aku berkata kepada Narama sambil menyunggingkan senyum takjub.
“Iya, memang sangat keren. Lebih tepatnya cantik.” Narama menggigit bibir bawahnya setelah mengatakan kalimat terakhir.
Ia tidak menujukan kata ‘cantik’ padaku. Aku menoleh. Di belakangku sudah ada satu makhluk yang memiliki kulit sangat putih. Rambutnya hitam panjang, tergerai, meliuk-liuk karena terkena air. Gaun hitamnya menjuntai hingga menutupi hampir seluruh ekornya. Iya, ia memiliki ekor duyung yang juga berwarna hitam, namun ada sedikit warna pink di bagian ujungnya. Garis wajahnya sangat cantik, tulang hidungnya yang tinggi dan ramping tampak mempesona. Aku tadi hampir kesal karena Narama memuji paras gadis itu, namun urung karena aku juga mengagumi kecantikannya.
“Kalian sudah datang.” Ia tersenyum. Sangat manis. Walau aku tahu ia menyimpan banyak kekhawatiran.
“Maaf karena sangat terlambat.” Aku menunduk dalam.
Narama melakukan hal yang sama.
“Masuklah. Di sini berbahaya.” Ia memimpin kami.