I'm Sorry...

Via S Kim
Chapter #37

Emergency

“Aerora.....Mapara!!!” aku meneriakkannya dengan lantang. Kedua tanganku yang tadi terentang ke samping bergerak ke depan dengan cepat. Posisi tangan lurus sempurna dan telapak tangan menghadap depan, searah dan tegak lurus dengan posisi wajahku.

Gelembung bulat besar terbentuk. Mengurung monster ikan di dalamnya. Pusaran air yang ia buat ikut terperangkap di dalam gelembung tersebut.

“Aerora..... Mapara!!!” aku meneriakkan mantra tersebut sekali lagi. Dan gelembung bulat kedua melapisi gelembung pertama yang memerangkap monster ikan.

Tepat setelah aku meneriakkan mantra kedua dan aku terjatuh karena kehabisan tenaga, Salvador datang.

“Lapisi gelembungnya dengan gelembung milikmu!” Aku berkata dengan sisa tenaga.

Salvador mengangguk mengerti. Ia mulai menyanyikan mantra dengan mata tertutup menghadap si monster ikan. Tangannya berputar-putar di depan seperti sedang menari. Perlahan aliran listrik mulai muncul di luar gelembung yang kubuat. Diikuti dengan terbentuknya lapisan gelembung ketiga yang memerangkap monster ikan.

“Gelembungku tahan dengan serangan dari luar, tidak dari dalam.” kata Salvador setelah ia selesai membuat gelembung.

“Tidak apa. Setidaknya mungkin gelembung ini bisa bertahan sampai pagi hari.” Kataku dengan lemah. Narama membantuku berdiri.

“Aeroramapara.” Aku mengucapkan mantra tersebut dengan lemah. Setidaknya aku harus membuat gelembung yang membungkusku bertahan sampai aku dan Narama kembali ke permukaan.

Narama melajukan gelembungnya sambil merangkulku. Kakiku tidak mau berdiri dengan sempurna. Salvador mengikuti di belakang. Kami meninggalkan monster tersebut dalam perangkap. Ia meronta dan memukul-mukul dinding gelembung dengan ekor dan siripnya. Sesekali menabrakkan kepalanya. Tapi permukaan gelembung hanya memantul-mantul ringan. Bagaimanapun, akhirnya monster itu akan bisa merobek gelembungnya. Namun itu akan sedikit memakan waktu. Kami bisa memanfaatkan waktunya untuk istirahat sambil menunggu matahari terbit.

“Tidak usah mengantar kami, kau harus menjaga wilayahmu.” Kata Narama pada Salvador ketika kami melewati terumbu karang tempat makhluk danau sembunyi.

Salvador mengangguk dan membungkuk anggun pada kami. Aku dan Narama ikut menunduk untuk membalasnya. Itu untuk pengganti kata undur diri dan sampai jumpa.

Aku dan Narama terus naik ke permukaan. Sebelum gelembungku mencapai batas permukaan air. Aku mengangkat tanganku ke atas, meluncurkan gelembungku keluar dari air dan terbang di udara sebentar. Gelembungku pecah bersamaan dengan sayap kami yang kembali terentang.

“Sebaiknya kita segera tidur untuk memulihkan kondisi.” Narama menggenggam erat tanganku, seolah khawatir aku akan jatuh ke air.

Malam itu, kami tidak tidur di kamar. Kami memutuskan untuk membawa alas tidur di ruang depan. Kami tidur di sana, waspada jika ternyata prediksi kami meleset dan terjadi serangan tidak terduga.

###

Rasanya aku tidur terlalu singkat malam itu. Lelahku seperti belum terbayar sepenuhnya. Namun kami harus bangun pagi-pagi sekali sebelum matahari terbit. Kemudian sarapan dengan buah yang sama yang aku petik dari pohon yang kami tinggali.

Menyelam ke air masih dengan gelembung bulat yang kubuat karena masih gelap.

Salvador sudah menunggu kami. Setelah gelembungku masuk ke area salvador, aku bisa memecahkannya dan kami berenang dengan leluasa.

Aku mulai memunculkan ekorku. Aku akan segera membutuhkannya. Lagipula lebih mudah berenang dengan ekor daripada dengan kaki.

“Wow, kau memiliki ekor.” Mata Salvador terlihat takjub memandangiku. Bahkan sampai berbinar-binar.

“Iya.” Padahal ekorku biasa saja. Tidak secantik ekor miliknya.

“Kau bisa terbang, berjalan, dan berenang. Aku iri padamu.”

Aku tidak mengerti, karena Salvador juga bisa melalukan itu semua.

“Kau juga sama kan?” Narama yang bicara.

Lihat selengkapnya