I'm Sorry...

Via S Kim
Chapter #39

I'm Sorry...

“Pasanganmu akan diganti.” Lea menghampiriku. Itu bukan pertanyaan.

“Iya, pemimpin utama sudah memberitahuku." Aku melempar bubuk penyembuh pada air kolam, membuat air yang sedikit keruh karena hujan semalam kembali jernih. Bubuk itu keluar begitu saja dari tanganku.

Sudah setahun aku dipasangkan dengan Narama. Aku juga tahu alasan utama mengapa aku akhirnya dipisahkan darinya. Aku tahu ini akan terjadi. Namun mengapa rasanya tetap menyakitkan?

“Kau baik-baik saja?” Lea menyentuh pundakku.

“Tidak.” Aku menunduk. “Tentu saja tidak.” Satu butir air mata keluar dan jatuh ke air kolam, membuat gelombang melingkar yang seperti menghipnotisku dan membawaku ke dalam kenangan pada hari itu.

###

Kemudian kami menghitung mundur. Dan masuk ke air.

Gelembung yang memerangkap monster itu pecah bersamaan dengan kita masuk ke air.

Tidak ada jeda sesaat. Monster ikan itu sudah menggila dan langsung berenang menuju arah kami. Ia menyabet-nyabetkan ekornya untuk menghajar kami.

Bbbuuumm....

Narama melempar pukulan.

“Rrooooaarrrrhhh.” Serangan dari Narama sudah tidak berefek apa-apa. Hanya membuatnya semakin marah.

“Rrooooaaarrr.” Mata monster ikan itu memerah, seperti ingin segera menelan kami.

Mulutnya terbuka lebar. Memunculkan pusaran air yang menyeret kami menuju pusaran tersebut. Narama menaburkan serbuk sihir untuk melindungi dirinya dari racun kuning yang menyebar tidak beraturan.

“Aero...Mapara.” aku merapalkan mantra yang sama seperti yang kurapalkan saat di hutan malam.

Bongkahan es runcing terbentuk di sisi kanan dan kiri tubuh monster ikan. Kemudian bongkahan es tersebut meluncur, menghujan sisi tubuhnya.

“Iiiiiieeeegggghhh.” Suaran rintihannya terdengar nyaring.

Pusaran airnya mulai berhenti karena sekarang monster tersebut sedang sibuk dengan rasa sakit akibat hujaman bongkahan esku.

Aku tahu sebenarnya bongkahan es tersebut sama sekali tidak melukainya. Sisiknya yang keras melindunginya dari tajamnya ujung es.

“Aero...Mapara.” aku merapalkan mantra itu sekali lagi. Dan bongkahan es kembali muncul. Menghujam sisi depan wajah monster ikan.

Satu bongkahan es runcing itu tepat menghujam sisi tengah wajahnya. Tepat di antara kedua mata. Dan kali ini bongkahan es tersebut disertai dengan energi dingin yang berlipat.

“IIIiiieeeeeggghhhhh.” Rintihannya lebih nyaring dari sebelumnya.

Energi dingin yang disalurkan dari bongkahan es tersebut merambat ke tubuhnya. Rasa dinginnya menusuk. Menjalar ke seluruh bagian tubuhnya.

“Kita pergi sekarang!” aku menyambar tangan Narama. Berenang cepat meninggalkan monster tersebut yang masih kesakitan.

Narama menunjuk arah kanan, sedikit ke bawah. Aku mengikuti petunjuk arah darinya.

Kutiupkan serbuk sihirku di depan wajahnya, memastikan jika Narama akan bernafas dengan leluasa di kedalaman air.

“Apa serbuk sihir yang kau bawa masih cukup?”

“Masih cukup banyak.”

Aku mengangguk. Sedikit bernafas lega. Sebentar.

Karena sebentar kemudian, monster itu sudah berhasil mengejar. Namun itu adalah tujuan kami. Kami sengaja membuat monster itu mengikuti kami.

“Sepertinya bulatan di ujung tali monster itu semakin membesar.” Kata Narama.

Aku menoleh untuk melihatnya.

Benar saja, bulatan itu kian membesar. Seperti balon yang siap pecah.

Hanya hitungan detik setelah aku menengok ke belakang, aku merasakan laju renangku sangat berat. Pasti pusaran air itu lagi. Jika tidak segera bertindak, kami pasti akan segera masuk ke dalam mulut monster itu.

Lihat selengkapnya